Nama Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama Bank BJB hingga Maret 2025, juga masuk dalam daftar tersangka bersama dengan sejumlah pejabat tinggi dari Bank Jateng.
Termasuk di antaranya adalah Supriyatno (eks Dirut), Pujiono (eks Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial), dan Suldiarta (eks Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial).
Penetapan 11 tersangka ini menunjukkan adanya dugaan konspirasi terstruktur dalam proses pencairan kredit yang tidak sesuai prosedur dan prinsip kehati-hatian perbankan.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menyiratkan lemahnya sistem pengawasan internal dan kepatuhan terhadap prinsip Good Corporate Governance (GCG), baik di lembaga keuangan maupun perusahaan penerima kredit.
Baca Juga: Kasus Chromebook Kemendikbudristek, 9 Saksi Diperiksa, Kerugian Negara Capai Rp1,98 Triliun
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan.
Pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka serta saksi lainnya akan dilakukan untuk mendalami aliran dana, motif penyimpangan, hingga kemungkinan keterlibatan pihak lain.
Proses penghitungan kerugian oleh BPK juga akan menjadi bukti kunci untuk memperkuat dakwaan di persidangan nanti.
Kasus ini sekaligus menjadi alarm bagi dunia perbankan, khususnya bank daerah, untuk memperketat prosedur pemberian kredit dan meningkatkan sistem audit internal.
Dengan besarnya dana publik yang dikelola, tanggung jawab etika dan hukum harus menjadi prioritas utama.
Masyarakat tentu menanti bagaimana Kejagung akan menuntaskan kasus ini secara transparan dan tuntas.
Apalagi, angka kerugian yang fantastis ini menyangkut uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik.
Jika terbukti bersalah, para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai hukum yang berlaku, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi keuangan dan sistem hukum di Indonesia.***