Menurut Budi, klarifikasi ini perlu disampaikan untuk menepis kabar-kabar yang beredar di publik mengenai siapa saja yang benar-benar diamankan dalam OTT tersebut.
Ia menekankan bahwa seluruh pihak yang terlibat telah diproses sesuai dengan data dan bukti yang dimiliki oleh penyidik.
Kasus ini terbagi ke dalam dua klaster besar.
Klaster pertama mencakup proyek pembangunan jalan oleh Dinas PUPR Provinsi Sumut.
Beberapa proyek yang diduga dikorupsi antara lain preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun anggaran 2023 dan 2024, serta proyek penanganan longsor dan rehabilitasi jalan di tahun 2025.
Baca Juga: Hari ke-4 Pencarian KMP Tunu Pratama Jaya, Satu Jenazah Ditemukan Mengapung, Tim SAR Bergerak Cepat!
Nilai proyek dalam klaster ini mencapai Rp74 miliar lebih.
Klaster kedua menyangkut proyek dari Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara, yaitu pembangunan Jalan Sipiongot–batas Labuhanbatu Selatan senilai Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot sebesar Rp61,8 miliar.
Jika ditotal, nilai seluruh proyek di kedua klaster tersebut menyentuh angka Rp231,8 miliar.
KPK menduga praktik suap terjadi dalam pengadaan proyek-proyek tersebut.
Dari hasil penyidikan awal, dua pihak swasta yakni M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Piliang diduga sebagai pemberi suap.
Sedangkan penerima suap untuk proyek-proyek di Dinas PUPR adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar.
Sementara itu, untuk proyek di Satker PJN Wilayah I, suap diduga diterima oleh Heliyanto.
Penetapan lima tersangka ini sekaligus menjadi babak awal bagi KPK dalam mengungkap jaringan korupsi di sektor infrastruktur, yang selama ini dikenal rawan praktik suap dan mark-up anggaran.