Berdasarkan data cuaca saat kejadian, arus laut tercatat cukup kuat mencapai 2 meter per detik, dengan gelombang setinggi 2,5 meter dan kecepatan angin mencapai 9 knot.
Salah satu korban selamat, Eka Toniansyah, menceritakan detik-detik mencekam saat kapal mulai miring dan penumpang mulai panik.
Ia mengaku berusaha menyelamatkan diri bersama sang ayah yang saat itu tengah membawa muatan semen menuju Singaraja.
Sayangnya, dalam tragedi ini sang ayah dinyatakan meninggal dunia.
“Kami sempat berebut pelampung saat kapal miring. Semua penumpang panik, semua ingin selamat,” ungkap Eka dengan nada getir.
Baca Juga: Bukti Makin Lengkap, Hasto Terancam 12 Tahun Penjara karena Suap dan Perintangan Kasus KPU?
Hingga berita ini ditulis, pencarian oleh tim SAR masih terus berlangsung.
Kementerian Perhubungan dan pihak otoritas pelabuhan pun turut memantau dan melakukan evaluasi terhadap sistem keselamatan pelayaran di jalur Ketapang–Gilimanuk.
Insiden ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapan dan prosedur keselamatan yang harus selalu dijalankan dengan ketat.
Apalagi, jalur Selat Bali dikenal padat karena menjadi penghubung utama antara Pulau Jawa dan Bali.
Pemerintah daerah dan pusat diharapkan dapat segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh armada penyeberangan di jalur tersebut.
Musibah KMP Tunu Pratama Jaya menambah daftar panjang kecelakaan laut di Indonesia.
Tragedi ini menjadi peringatan keras agar tak ada lagi kelalaian dalam manajemen keselamatan pelayaran, demi mencegah korban jiwa yang terus berulang di perairan Nusantara.***