Ia menekankan bahwa secara hukum, posisi Babel sangat kuat.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, disebutkan secara eksplisit bahwa Pulau Tujuh masuk ke dalam wilayah Babel.
Hal itu diperkuat dengan peta yang menjadi bagian lampiran undang-undang tersebut.
Namun konflik mulai muncul sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga, Kepri, di mana terdapat pulau dengan nama Cybiayang yang diduga merujuk pada Pulau Tujuh.
Menurut Tajuddin, hal ini memicu tumpang tindih pengakuan wilayah yang hingga kini belum terselesaikan.
Ironisnya, sejak konflik ini muncul, berbagai upaya mediasi telah dilakukan.
Pemprov Babel telah berdialog langsung dengan Pemprov Kepri dan juga menyampaikan keberatan ke Kemendagri sejak sebelum 2021.
Namun hingga keputusan terbaru dari Mendagri diterbitkan pada 2022, keberatan tersebut belum mendapatkan respon yang jelas.
Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050/145/2022 dan 100.1.1.6117/2022, Pulau Tujuh dan Pulau Dua secara resmi dicantumkan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Lingga, Kepri.
Tentu saja, hal ini semakin memperbesar potensi sengketa antara dua provinsi bertetangga tersebut.
“Kami sudah kirimkan surat keberatan secara resmi, tapi tidak pernah ditanggapi Kemendagri,” kata Tajuddin.
Lebih jauh, Tajuddin menyampaikan bahwa keberadaan Tim Khusus ini tidak sekadar untuk merespons konflik, tetapi juga sebagai bentuk upaya strategis untuk memperjuangkan identitas wilayah.
Pemprov Babel ingin memastikan bahwa setiap perubahan wilayah administratif harus melalui proses yang transparan, adil, dan sesuai konstitusi.