HUKAMANEWS - Langkah pemerintah pusat dalam menentukan batas wilayah atas empat pulau yang disengketakan antara Aceh dan Sumatera Utara sempat menimbulkan gejolak politik dan sosial yang cukup signifikan.
Empat pulau yang semula masuk wilayah Sumut, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, akhirnya dikembalikan ke Aceh setelah menuai protes dari berbagai pihak, termasuk tokoh nasional dan lokal.
Salah satu kritik tajam disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang menekankan agar pemerintah tidak sembarangan dalam menetapkan kebijakan yang menyangkut langsung wilayah Aceh.
Menurut JK, situasi ini semestinya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah pusat untuk lebih berhati-hati ke depannya.
Ia menyoroti bahwa pengambilan keputusan mengenai empat pulau tersebut dilakukan tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pemerintah Aceh.
Padahal, berdasarkan Nota Kesepahaman Helsinki tahun 2005, segala kebijakan strategis tentang Aceh harus melibatkan diskusi dan persetujuan dari pemerintah daerah setempat.
"Kalau pemerintah pusat ingin membuat keputusan yang berhubungan dengan Aceh, harus dengan sepengetahuan dan konsultasi dengan pemerintah Aceh. Ini tidak dilakukan," tegas JK di kediamannya di Jakarta, Selasa (17/6).
Nada kekhawatiran juga muncul dari Wali Nanggroe Aceh ke-9, Malik Mahmud Al-Haythar.
Ia menyampaikan bahwa ketegangan sosial bisa saja muncul jika empat pulau itu tidak dikembalikan ke wilayah Aceh.
Menurutnya, konflik horizontal antar masyarakat bahkan bisa berkembang menjadi konflik suku yang mengancam persatuan nasional.
"Kalau sampai terjadi (konflik), itu susah sekali diselesaikan. Bisa jadi perang suku antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara. Dampaknya bisa sangat besar," ujarnya saat bertemu JK.
Malik Mahmud juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah mengambil keputusan cepat dan dinilai bijaksana dalam meredam situasi.
Baginya, penyelesaian ini bukan hanya soal teritorial, tapi menyangkut harga diri dan harmoni masyarakat Aceh.