Menurut Akbar, apakah tim meyakini dan merasa penting perlu dimasukkan tentang IKN dan Jokowi, karena apa yang dilakukan Jokowi bahkan atas sesuatu yang belum selesai bernama IKN.
"Apa IKN perlu dimasukkan dalam sejarah?", tanya Akbar lagi.
"Itu pertanyaan paling krusialnya di situ," sambung Akbar.
Menurut Jajat, tapi kenyataannya toh memang sudah ada pembangunan IKN.
"Namun apa sudah layak disebut sejarah", tanya Akbar.
Menurut Jajat ia pun meluruskan soal ini bahwa IKN satu bukti yang sudah dikerjakan Jokowi.
"Ini bukan judment jelek atau gak yak, ini dia menggagas itu bersama DPR juga, lalu kemudian membangun IKN, that's its. Ada ide ibukota sebenarnya bukan baru sudah lama jadi ditulis sebagai sesuatu program yang pernah dibuat oleh Pak Jokowi," terang Jajat.
Namun kembali Akbar bertanya kepada Jajat, apakah layak dimasukkan dalam sejarah karena kita tidak tahu apakah kelak IKN jadi.
"Apakah itu lagi-lagi layak dimasukan dalam buku sejarah."
Menurut Jajat, sebagai bukti program layak dimasukkan bahwa nanti IKN tak berkelanjutan pembangunannya itu lain cerita lagi.
"Anda jangan merasa ketakutan nanti gak jadi, kita hanya bertugas menuliskan apa program yang sudah ada di Jokowi, itu saja," tegas Jajat.
Namun menurut Bonnie, dengan dimasukkan Jokowi dan IKN sebagai bagian dari penulisan ulang sejarah, terkesan terburu-buru.
"Kalau objek belum selesai masih dinamika ditulis buru-buru nanti seperti apa ke depannya kita gak tahu. Itu bukan karya sejarah menurut saya, menurut saya itu humas, karya PR (Public Relation), hanya sebuah buku informasi tentang suatu peristiwa yang sebetulnya belum selesai," jelas Bonnie.