Tujuannya jelas, agar Paulus Tannos bisa segera diadili di tanah air dan mempertanggungjawabkan keterlibatannya dalam skandal besar yang merugikan negara triliunan rupiah tersebut.
Kasus ini menjadi simbol penting bagi keseriusan pemerintah dalam mempersempit ruang gerak pelaku korupsi, khususnya yang mencoba bersembunyi di luar negeri.
Selain itu, ini juga mengirimkan pesan kuat bahwa perjanjian internasional seperti ekstradisi tidak hanya menjadi dokumen formal, tapi benar-benar diterapkan untuk kepentingan hukum.
Menariknya, kasus Tannos juga menunjukkan bagaimana proses hukum lintas negara menuntut kesabaran dan koordinasi yang ketat antar lembaga.
Setiap langkah, mulai dari pengumpulan bukti, komunikasi diplomatik, hingga penanganan yudisial, harus berjalan seiring.
Jika sidang di akhir Juni nanti berjalan lancar, maka Tannos bisa menjadi buronan besar pertama yang berhasil dipulangkan ke Indonesia lewat jalur ekstradisi resmi dari Singapura.
Keberhasilan ini tentu akan menjadi tonggak sejarah sekaligus contoh penting bagi penanganan kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Dengan sorotan publik yang cukup tinggi, hasil dari persidangan ini akan menjadi barometer sejauh mana komitmen kedua negara dalam menegakkan hukum dan melawan kejahatan korupsi lintas batas.
Untuk saat ini, semua mata tertuju pada Singapura, menunggu putusan pengadilan yang bisa membuka jalan bagi kembalinya Paulus Tannos ke Indonesia.***