Bukan hanya di ruang konferensi, aktivis Greenpeace Indonesia dan anak muda Papua juga membentangkan banner di exhibition area, yang terletak di luar ruang konferensi.
Pesan-pesan lain yang berbunyi "What’s the True Cost of Your Nickel", "Nickel Mines Destroy Lives", dan "Save Raja Ampat the Last Paradise", terpampang di antara gerai-gerai dan para pengunjung pameran.
Melalui aksi damai ini, Greenpeace ingin mengirim pesan kepada pemerintah Indonesia, dan para pengusaha industri nikel yang hadir di acara tersebut.
Juga informasi kepada publik, bahwa tambang dan hilirisasi nikel di berbagai daerah telah membawa derita bagi masyarakat terdampak.
Industri nikel juga merusak lingkungan dengan membabat hutan, mencemari sumber air, sungai, laut, hingga udara, dan jelas akan memperparah dampak krisis iklim karena masih menggunakan PLTU captive sebagai sumber energi dalam pemrosesannya.
"Saat pemerintah dan oligarki tambang membahas bagaimana mengembangkan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan bumi kita sudah membayar harga mahal.
Industrialisasi nikel–yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik–telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi."
Menurut Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi.
Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.
Sejumlah dokumentasi pun menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat–akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel ialah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.