Utang jangka panjang mendominasi total liabilitas perusahaan, dengan porsi terbesar berasal dari pinjaman bank.
Dari total US\$ 1,48 miliar liabilitas jangka panjang, sebanyak US\$ 829,67 juta atau sekitar Rp 13,57 triliun adalah utang bank.
Jumlah bank yang memiliki piutang kredit jangka panjang terhadap Sritex tercatat sebanyak 28 institusi.
Kondisi ini memperjelas bahwa perusahaan tidak hanya memiliki utang besar, tapi juga tersebar ke berbagai institusi keuangan, memperumit proses penyelesaian hukum dan restrukturisasi.
Lebih jauh lagi, kerugian bersih yang dialami Sritex juga terus membengkak.
Perusahaan membukukan rugi bersih sebesar US\$ 66,05 juta atau setara Rp 1,08 triliun.
Penyebab utamanya adalah penjualan yang tidak mampu menutupi beban pokok produksi.
Selama periode pelaporan, penjualan Sritex tercatat sebesar US\$ 200,93 juta, namun beban pokok penjualan mencapai US\$ 223,52 juta.
Hal ini diperparah oleh beban lain-lain seperti biaya operasional dan beban umum yang turut menekan profitabilitas.
Rugi dari kegiatan operasional saja tercatat sebesar US\$ 58,61 juta, menunjukkan bahwa perusahaan sudah tidak lagi mampu menghasilkan arus kas positif dari aktivitas intinya.
Penangkapan Iwan Setiawan Lukminto oleh Kejaksaan Agung menambah daftar panjang petinggi perusahaan besar yang terseret kasus korupsi terkait kredit bermasalah.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa kasus ini berpotensi merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.
Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 692,9 miliar hanya dari sebagian transaksi kredit yang sedang ditelusuri.