Padahal, semangat UU tersebut awalnya adalah untuk menjaga etika dalam ruang digital, bukan menekan kebebasan berekspresi.
Reaksi cepat dari berbagai kalangan terhadap penangkapan SSS menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya perlindungan hak sipil.
Kasus ini menjadi momentum bagi aparat penegak hukum dan pemerintah untuk mengevaluasi cara pendekatan terhadap kritik publik, terutama di media sosial.
Sebagai pemimpin negara yang baru dilantik, Prabowo Subianto memiliki kesempatan besar untuk menunjukkan sikap demokratisnya.
Jika Presiden Prabowo mengambil langkah tegas dengan menegur aparat dan menegaskan komitmennya terhadap kebebasan berekspresi, itu bisa menjadi sinyal positif bagi masa depan demokrasi digital di Indonesia.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa dalam era digital, ruang berekspresi warga tidak boleh dikebiri dengan ancaman pidana.
Sikap bijak dan proporsional dalam penegakan hukum adalah kunci agar demokrasi tetap hidup dan sehat.
Apakah pemerintah siap untuk belajar dari kasus ini dan memperbaiki pendekatannya?
Masyarakat menanti, dan dunia digital mencatat setiap langkahnya.***