"Apakah ini nanti akan perampasan aset koruptor atau perampasan aset pidana? Nah, (muatan materi) ini yang harus diperbaiki kembali karena masih ada Undang-Undang TPPU, dan Undang-Undang TPPU juga mengandung perampasan aset seperti itu," tuturnya.
Ia lantas menekankan bahwa yang perlu menjadi fokus dari RUU Perampasan Aset nantinya ialah, bagaimana membuat aturan terkait dengan sanksi perampasan aset bagi seseorang atau badan hukum yang melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan negara.
Menurut dia, kalau berbicara perampasan aset itu, lebih pada adanya kerugian negara yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi badan hukum.
Baca Juga: FUJIFILM Instax Mini 41 Resmi Meluncur di Indonesia, Kamera Instan Retro dengan Fitur Canggih
"Maka, efeknya ketika apa yang dilakukan itu (aturan sanksi) haruslah dilakukan satu proses untuk menimbulkan atau melahirkan keadilan, yaitu penyitaan atau perampasan aset," ucapnya.
"Jangan nanti ketika lahir (Undang-Undang) Perampasan Aset kemudian itu diasumsikan atau dipergunakan untuk kepentingan hukum lainnya, seperti di luar hukum pidana, terutama pidana tipikor (tindak pidana korupsi) dan pidana korupsi."
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mendukung pembahasan dan percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal ini disampaikan saat berpidato dalam peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5).
"Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-undang Perampasan Aset," kata Presiden Prabowo.
Kepala Negara menekankan bahwa tidak boleh ada kompromi terhadap pelaku korupsi yang enggan mengembalikan hasil kejahatannya.***