HUKAMANEWS - Persidangan yang menyeret nama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menyita perhatian publik.
Kasus ini bukan hanya soal dugaan suap dan perintangan penyidikan, tapi juga menyangkut citra dan reputasi salah satu tokoh penting di partai besar.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, menyebut kliennya tengah menjadi korban framing seolah-olah menjadi aktor utama di balik pelarian buronan KPK, Harun Masiku.
Pernyataan ini membuka babak baru dalam narasi hukum yang sudah lama membayangi nama Hasto.
Maqdir bahkan menilai bahwa KPK telah menggiring opini publik agar menganggap Hasto bersalah, meski belum ada bukti kuat yang mendukung tuduhan tersebut.
Ia pun mengajak publik untuk menilai kasus ini secara objektif, bukan dari persepsi yang dibentuk secara sepihak.
Dalam dakwaan yang disusun jaksa, Hasto disebut terlibat dalam pemberian suap senilai 57.350 dolar Singapura atau sekitar Rp600 juta kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Uang itu ditengarai bertujuan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu menggantikan Riezky Aprilia.
Baca Juga: Frasa ‘Perintah Ibu’ Mengemuka di Sidang Hasto Kristiyanto, Sorotan Publik Semakin Tajam
Namun, menurut Maqdir, hingga kini belum ada satu pun saksi yang secara eksplisit menyebut bahwa uang tersebut berasal dari Hasto.
Ia menegaskan bahwa KPK belum mampu membuktikan keterlibatan langsung kliennya dalam aliran dana tersebut.
Selain soal suap, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan, termasuk dengan menyuruh Harun dan stafnya, Kusnadi, merusak ponsel guna menghilangkan bukti digital.
Namun lagi-lagi, tim kuasa hukum menilai tuduhan ini lemah karena tidak ada saksi yang menyebut secara langsung bahwa perintah itu datang dari Hasto.
Maqdir menyebut, “Framing bahwa Hasto menghalangi penyidikan tak pernah bisa mereka buktikan secara konkret.”