HUKAMANEWS - Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menegaskan bahwa seorang prajurit TNI tetap dapat diadili di peradilan militer meskipun menduduki jabatan di lembaga sipil.
Hal ini merujuk pada aturan dalam Undang-Undang TNI yang mengatur posisi prajurit dalam sistem hukum Indonesia.
"Sesuai aturan perundang-undangan, ada dua kemungkinan. Jika dia bertindak sendiri, maka proses hukum tetap berjalan di peradilan militer," jelas Hasanuddin pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Namun, apabila seorang anggota TNI terlibat dalam kasus yang melibatkan lebih dari satu orang, maka peradilan yang digunakan adalah peradilan koneksitas.
Sistem ini memungkinkan kasus untuk diproses secara lebih luas dengan keterlibatan Kejaksaan Agung.
Peradilan Koneksitas untuk Kasus Tertentu
Hasanuddin mencontohkan bahwa kasus korupsi kerap melibatkan lebih dari satu orang, sehingga prajurit yang terlibat bisa diadili melalui peradilan koneksitas.
"Korupsi tidak dilakukan sendirian. Ada staf yang membantu dalam proses administratif, sehingga tidak bisa hanya diadili di peradilan militer saja," tambahnya.
Ketentuan ini menjadi relevan setelah Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Pengesahan ini dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-15 masa persidangan tahun 2024-2025.
UU TNI yang Baru: Tentara Aktif Harus Menyesuaikan Diri
Dengan adanya revisi UU TNI, seluruh prajurit aktif yang berada di luar 14 kementerian/lembaga yang diperbolehkan menduduki jabatan sipil diwajibkan untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku.
Hal ini dilakukan demi menjaga profesionalisme dan soliditas institusi TNI.