HUKAMANEWS - Pemerintah baru saja mencabut moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi, membuka peluang bagi 600 ribu tenaga kerja dengan potensi devisa mencapai Rp31 triliun.
Langkah ini diambil di tengah badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda sejumlah pabrik besar di Indonesia sejak awal tahun.
Namun, apakah mengirim tenaga kerja ke luar negeri adalah solusi terbaik untuk mengatasi lonjakan pengangguran akibat PHK massal?
Baca Juga: Badai PHK Sritex Tutup, Akan ke Mana Larinya Eks Karyawan PHK
Atau ini hanya jalan pintas yang menutupi kegagalan membuka lapangan kerja di dalam negeri?
PHK Massal dan Krisis Lapangan Kerja
Gelombang PHK yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan situasi ekonomi yang mengkhawatirkan.
PT Sritex telah merumahkan 12 ribu karyawan akibat krisis keuangan.
Yamaha Music Indonesia menutup dua pabriknya di Jakarta dan Bekasi, membuat 1.100 pekerja kehilangan pekerjaan.
Pabrik Sanken menyusul dengan mem-PHK 400 karyawan setelah sebelumnya memecat 500 orang tahun lalu.
Baca Juga: Karyawan ANTV Kena PHK Massal, Pesangon Fantastis? Cari Tahu Hak Mereka Berdasarkan UU Cipta Kerja
Total lebih dari 14 ribu pekerja telah terdampak PHK di berbagai sektor.
Tidak sedikit perusahaan yang menarik investasinya dari Indonesia dan memilih relokasi ke negara yang lebih kompetitif seperti Vietnam dan China.
Dalam kondisi seperti ini, pemerintah justru mengambil langkah mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.
Alih-alih menciptakan peluang kerja di dalam negeri, tenaga kerja justru dialihkan ke luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi.