KPK menahan Hasto pada 20 Februari 2025 setelah sebelumnya menetapkannya sebagai tersangka pada 23 Februari 2025.
Dalam konstruksi perkara, Hasto diduga sebagai donatur suap senilai Rp400 juta kepada eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, guna meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.
Tak hanya itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku untuk menghancurkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Januari 2020.
Ia juga diduga menginstruksikan stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat pemeriksaan pada Juni 2024, serta mengondisikan beberapa saksi agar memberikan keterangan yang menguntungkan.
Publik pun mulai mempertanyakan, apakah upaya praperadilan ini hanya sebatas manuver politik untuk mengulur waktu atau benar-benar sebagai langkah hukum yang sah?
Dengan status hukum yang terus membayangi, langkah Hasto dan tim hukumnya dalam persidangan ini akan menjadi ujian besar bagi independensi lembaga peradilan.
Di sisi lain, KPK tetap optimis bahwa keputusan penetapan tersangka terhadap Hasto sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Tim Biro Hukum KPK pun telah menyiapkan berbagai argumen untuk mempertahankan status tersangka yang disandang Hasto dalam persidangan kali ini.
Kasus ini semakin menarik untuk diikuti. Apakah Hasto akan mampu membuktikan bahwa status tersangkanya tidak sah?
Ataukah KPK tetap teguh pada pendiriannya dan melanjutkan proses hukum hingga tahap persidangan pidana?
Semua akan terjawab dalam sidang praperadilan yang tengah berlangsung di PN Jaksel.***