nasional

Mulai Dari Seragam ABRI Hingga NATO, Semua Ada Jejak Sritex

Minggu, 2 Maret 2025 | 14:15 WIB
Pabrik Sritex pailit tinggalkan utang triliunan rupiah (Ist)

HUKAMANEWS—Per 1 Maret 2025, seluruh operasional pabrik tekstil PT Sritex tutup. Ada lebih dari 10.000 karyawan terpaksa dirumahkan sejak 26 Februari 2025. Bisnis milik konglomerat Lukminto meredup dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pandemi Covid-19. 

Sritex sempat berjaya pada masanya, dari HM Lukminto, pria keturunan Tionghoa kelahiran Kertosono, Jawa Timur, 1 Juni 1946 yang sukses menjadi pebisnis meskipun tidak tamat SMA.

Bukan tanpa alasan, Lukminto tak bisa melanjutkan pendidikan lantaran terhalang peristiwa G30S-PKI, di mana pemerintah Orde Baru melarang segala sesuatu yang berhubungan dengan etnis China.

Baca Juga: Masuki Hari Kedua Puasa Ramadan, Yogyakarta Dilanda Gempa Siang Tadi, Terpantau Selatan Yogyakarta dengan Magnitudo 4.5

Untuk melanjutkan hidup, pria yang lahir dengan nama Ie Djie Shin ini kemudian mengikuti jejak kakaknya, Ie Ay Djing atau Emilia yang sudah berdagang di Pasar Klewer.Langkah tersebut jadi awal mula Lukminto menginjakan kaki di dunia bisnis tekstil. Bisnisnya diawali pada 1966 dengan modal Rp100.000 dari kedua orang tua Lukminto, Djie Sing You dan Tan Pik Giok.

Dari modal itu, dia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung, dan kemudian dijual kembali di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan sejumlah pabrik batik rumahan.

Kala itu, dia menjual dengan cara berkeliling sejak pagi hingga petang. Setahun berselang, dia mengajak sang kakak untuk lebih serius menekuni bisnis tekstil. Dari hasil berjualan keliling, Lukminto kemudian membeli dua unit kios di Pasar Klewer pada 1967. 'Dagang Textile Sri Redjeki, Kios EIX No. 12 dan 13' jadi nama toko pertamanya.

Baca Juga: Daftar 9 Tersangka Korupsi Impor Gula, Kejagung, Bongkar Modus Licik dan Uang Ratusan Miliar Disita

Dia pun berpikir untuk membuat pabrik sendiri. Setahun setelah tokonya berdiri, dia akhirnya mendirikan pabrik di Baturono di atas lahan seluas 1 hektare. Saat itu, Lukminto sudah mempekerjakan sekitar 200 karyawan.Kiprah Sritex semakin gemilang, namanya mulai dikenal dan ditunjuk menjadi salah satu produsen tekstil militer.

Pada 1992, Sritex diminta menjadi penyedia logistik ABRI dalam pengadaan seragam prajurit. Saat itu, Sritex meraup sukses di dalam negeri.  Tidak langsung puas, Lukminto melihat peluang untuk menembus pasar Eropa dengan membidik produksi tekstil untuk German Army.

Sejak itu, Sritex terus berkembang hingga menjadi produsen seragam militer di 30 Negara, seperti Jerman, Austria, Swedia, Belanda, dan Kroasia. Selain Eropa, Sritex juga membuat seragam militer bagi sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi. Tidak hanya seragam militer negara-negara di dunia. Sritex juga ditunjuk menjadi produsen seragam tentara organisasi pakta pertahanan negara-negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).

Baca Juga: Tecno Spark Slim Resmi Hadir! Smartphone Tertipis di Dunia dengan Layar 144Hz dan Baterai Jumbo

Produksi seragam militer di Sritex kemudian menjadi sumber penghasilan utama dengan pangsa mencapai 50% dari keseluruhan kapasitas produksi. Separuhnya lagi mereka memproduksi tekstil untuk fesyen merek-merek terkenal di dunia seperti Uniqlo, Zara, JCPenney, dan Timberland.

Hingga pada 17 Juni 2013, Lukminto membawa perusahaan tersebut untuk melantai di Bursa Efek Indonesia. Namun, setahun setelahnya H.M. Lukminto meninggal dunia karena penyakitnya di Singapura pada 2014. 

Halaman:

Tags

Terkini