"Nanti kalau Band Sukatani berkenan, akan kami jadikan juri atau duta Polri untuk terus membangun kritik demi koreksi dan perbaikan terhadap institusi," ujar Sigit kepada wartawan.
Gagasan ini menunjukkan bahwa Polri ingin merangkul kritik dan membangun komunikasi lebih baik dengan masyarakat.
Namun, apakah ini cukup untuk menghapus anggapan bahwa Polri antikritik? Ataukah ini sekadar strategi untuk meredam gelombang protes yang lebih besar?
Kapolri menegaskan bahwa Polri bukan institusi yang alergi kritik.
Baca Juga: Belajar Bahasa: Gerebek vs Grebek? Ini Jawaban KBBI yang Jarang Diketahui!
"Kami terbuka dengan seluruh bentuk saran serta masukan untuk membangun institusi yang lebih baik," ujarnya.
Ia pun menambahkan bahwa Polri berkomitmen menjadi organisasi yang modern dan adaptif terhadap koreksi publik.
Namun, langkah ini tidak serta-merta menutup pertanyaan publik tentang dugaan tekanan terhadap band Sukatani.
Apakah permintaan maaf band tersebut memang murni kesadaran pribadi atau ada faktor lain di baliknya?
Publik pun menanti hasil penyelidikan Divpropam dan bagaimana Polri mengelola kritik secara lebih demokratis ke depannya.
Kasus ini menjadi cerminan dinamika antara kebebasan berekspresi dan otoritas hukum di Indonesia.
Jika ditangani dengan transparan dan adil, ini bisa menjadi momentum bagi Polri untuk memperbaiki citranya.
Sebaliknya, jika publik merasa ada yang ditutup-tutupi, kepercayaan terhadap institusi ini bisa semakin menurun.
Baca Juga: NVIDIA Akui Kesalahan, RTX 5090 & 5070 Ti Punya Cacat Produksi, Begini Solusinya!