Sebagai presiden, Jokowi membentuk panitia seleksi yang memilih pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri.
Menurut Abraham, hal ini menunjukkan upaya sistematis untuk melemahkan KPK.
Saat ditanya mengenai motif di balik langkah tersebut, Abraham menduga bahwa Jokowi merasa keberadaan KPK yang kuat dapat mengganggu jalannya pemerintahan.
Ia menambahkan, persepsi semacam ini mungkin muncul pada pemimpin yang komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dipertanyakan.
Pernyataan Abraham Samad ini menambah panjang daftar kritik terhadap revisi UU KPK yang dianggap banyak pihak sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah.
Sejak disahkan, revisi tersebut memang menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Baca Juga: Kecelakaan Beruntun di Tol Ciawi, Ini Daftar Korban dan Kronologi Kejadiannya
Abraham juga menyoroti bahwa pengorbanan mahasiswa yang gugur dalam aksi demonstrasi seolah diabaikan.
Ia menilai, nyawa mereka seakan tidak memiliki arti di mata pemerintah saat itu.
Selain itu, Abraham mengkritik masuknya individu-individu yang dianggap tidak berintegritas ke dalam tubuh KPK pasca-revisi UU.
Ia menyebut, hal ini sebagai bagian dari upaya sistematis untuk melemahkan lembaga tersebut dari dalam.
Abraham menegaskan bahwa kekecewaannya bukan hanya terhadap revisi UU KPK, tetapi juga terhadap janji-janji yang tidak ditepati oleh Jokowi.
Baca Juga: Tragedi Maut di Gerbang Tol Ciawi, Inilah Fakta-Fakta Kecelakaan Beruntun yang Tewaskan 8 Orang
Ia merasa, harapan masyarakat untuk melihat KPK yang kuat dan independen telah dikhianati.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang komitmen pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi.