HUKAMANEWS - Kasus korupsi Harvey Moeis menghebohkan publik.
Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp300 triliun, menjadikannya salah satu kejahatan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Namun, vonis dan tuntutan terhadap Harvey dinilai tidak sebanding dengan dampak kejahatannya.
Seorang pakar hukum pidana menyoroti vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Harvey.
Menurutnya, ini adalah hukuman yang terlalu ringan. Bahkan, tuntutan Jaksa yang meminta 12 tahun penjara pun dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan.
Harvey Moeis, sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin, diduga kuat menyalahgunakan wewenang dalam kasus ini.
Banyak pihak mendesak agar hakim memberikan hukuman jauh lebih berat. Apakah ini saatnya hukum Indonesia menunjukkan ketegasannya?
Hukuman Ringan, Sorotan Tajam
Pakar hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, secara tegas menyatakan bahwa hukuman untuk Harvey Moeis terlalu ringan.
Baca Juga: Nokia N75: Kembalinya Kejayaan Ponsel Flip yang Tetap Ikonik di Tahun 2025
Ia mengusulkan agar hakim di tingkat banding memberikan vonis ultra petita, yaitu hukuman yang melebihi tuntutan Jaksa.
"Kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Hukuman hanya 6,5 tahun penjara jelas tidak sebanding," kata Hudi.
Ia membandingkan kasus ini dengan Edy Tanzil, koruptor yang hanya merugikan negara Rp1,1 triliun tetapi dihukum berat hingga melarikan diri.
Perbedaan ini, menurut Hudi, mencerminkan ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia.