HUKAMANEWS - Kasus dugaan korupsi pengadaan sistem administrasi pajak Coretax kembali menjadi sorotan publik.
Proyek yang menelan anggaran Rp1,3 triliun ini dicurigai mengalami markup harga yang signifikan.
Banyak pihak mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergerak cepat menggunakan kemampuan intelijen mereka.
Hal ini penting demi mengungkap indikasi korupsi yang dinilai merugikan negara.
Baca Juga: S Pen Bluetooth Galaxy S25 Ultra Dijual Terpisah, Strategi Samsung atau Tambahan Beban Pengguna?
Tak hanya itu, masalah ini juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengadaan proyek pemerintah.
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, menyebutkan bahwa KPK tak perlu menunggu laporan masyarakat untuk mengusut kasus seperti ini.
Menurutnya, dengan fasilitas canggih dan kemampuan intelijen yang dimiliki, KPK bisa langsung mendalami kasus dugaan markup tersebut.
Ia menekankan, “Ada indikasi kuat penggelembungan anggaran yang sering terjadi pada pengadaan seperti ini. Hal ini sudah cukup jadi dasar untuk memulai penyelidikan tanpa perlu laporan masyarakat."
Hudi mencurigai bahwa proses tender proyek Coretax yang menghabiskan Rp1,3 triliun bukan hanya soal efisiensi, tapi juga peluang untuk tindakan korupsi.
"KPK punya kapasitas untuk membongkar pola semacam ini. Markup-markup seperti ini kan sudah banyak terjadi," tambahnya.
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) juga turut andil dalam melaporkan dugaan korupsi proyek ini.
Mereka menyerahkan empat alat bukti, termasuk dokumen tender, tangkapan layar kesalahan sistem Coretax, hingga kesaksian ahli dan wajib pajak yang mengalami masalah.
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa Coretax tidak bekerja sebagaimana mestinya.