Potongan yang mencapai 30 persen tidak hanya memberatkan pengemudi, tetapi juga dianggap melanggar aturan yang berlaku.
Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menyebut bahwa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 telah menetapkan batas maksimal potongan aplikasi sebesar 20 persen.
"Dengan potongan sebesar itu, penghasilan pengemudi berkurang drastis, sementara mereka tetap harus menanggung biaya operasional seperti bahan bakar, servis kendaraan, dan cicilan," jelas Yannes.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan aplikasi, yang hingga kini masih bebas menetapkan kebijakan sesuai kehendak mereka.
Banyak pengemudi yang menyuarakan keluhannya secara langsung. Ardi (35), seorang pengemudi ojol di Jakarta, mengaku penghasilannya kini tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
"Dipotong aplikasi, sisa 70 persen buat apa? Itu belum bensin, servis, makan. Hidup makin sulit," ungkap Ardi dengan nada putus asa.
Keluhan seperti ini tidak hanya datang dari Jakarta, tetapi juga dari berbagai daerah lain di Indonesia.
Para pengemudi berharap pemerintah turun tangan untuk mengawasi perusahaan aplikasi dengan lebih ketat.
Mereka meminta agar kebijakan potongan disesuaikan dengan aturan yang ada, sehingga kesejahteraan pengemudi tetap terjaga.
"Regulasi perlu ditegaskan, bahkan mungkin sampai ke tingkat undang-undang, agar pengemudi tidak terus dirugikan," tegas Yannes.
Langkah tegas pemerintah diharapkan dapat menciptakan keseimbangan yang adil antara perusahaan aplikasi dan para pengemudi.
Baca Juga: Tambah Tujuh KA Tambahan, Libur Isra Miraj dan Tahun Baru Cina Tambah Nyaman
Dengan demikian, layanan ojol yang telah menjadi tulang punggung transportasi masyarakat tetap bisa berjalan dengan baik.***