HUKAMANEWS - Kejadian pembunuhan oleh polisi kepada warga sipil kembali terjadi.
Korbannya saat ini pelajar di Semarang. Padahal beberapa hari belakangan, polisi tembak polisi terjadi di Polres Solok, Sumatera Barat.
Peristiwa penembakan oleh polisi merupakan pelanggaran hukum pidana sekaligus pelanggaran disiplin bagi anggota Polri.
Menyikapi ini, YLBHI pun sudah menghimpun data bahwa kasus penembakan aparat kepolisian di luar proses hukum adalah masalah yang menggunung.
Dikutip dari laman YLBHI, pada Rabu (27/11), sepanjang tahun 2019 – 2024, YLBHI mendata sekitar 35 peristiwa penembakan aparat kepolisian dengan jumlah korban tewas 94 orang.
Baca Juga: 7 Langkah Jitu Pakai Sirekap KPU Mobile yang Bikin Pilkada 2024 Lebih Cepat, Akurat, dan Anti Ribet!
Sektor kasusnya membentang dari konflik kemanusiaan berkepanjangan di Papua, kasus narkotika, oposisi politik/kebijakan, hingga agraria.
Polisi sering menggunakan upaya pembenaran untuk melakukan penembakan di tempat yang mengakibatkan kematian.
Mulai dari melawan aparat dalam konteks penggerebekan bandar narkotika, hingga di bawah pengaruh alkohol untuk kasus-kasus di Papua.
Tren penembakan polisi terbilang tinggi di lapangan, namun terdapat hambatan penegakan hukum dalam mengusut tuntas dan menyeret pelaku ke proses hukum.
Dari laporan YLBHI menyebutkan terdapat 80% kasus yang tidak jelas kelanjutannya dan 9% kasus ditindaklanjuti, hingga vonis dan 10% kasus terdapat tersangkanya tapi tidak jelas kelanjutannya (2018 – 2020).
Baca Juga: Tiket Kereta Api Nataru 2025 Laris Manis, Sudah Terjual Lebih dari 500 Ribu, Buruan Pesan Sekarang!
Kondisi faktual ini menunjukan komitmen kepolisian dalam mengusut tuntas dan menyeret pelaku penembakan polisi masih minim.
Dalam kasus penembakan pelajar SMK di Semarang, polisi berdalih bahwa penembakan itu dilakukan karena melerai tawuran.