Bahkan, ada juga yang bercanda bahwa jam tangan tersebut hanyalah barang tiruan atau KW.
“Nanti kalau diwawancarai bilangnya pasti ‘KW,’” tulis seorang pengguna Twitter.
Di sisi lain, komentar lebih pedas juga bermunculan. Seorang pengguna menyindir, “Dari mana duit dia beli jam tangan harga 1,1 M? Apa jangan-jangan minjem sama temennya, ya?”
Sindiran ini mengingatkan publik pada beberapa kasus lain di mana pejabat atau publik figur menggunakan barang mewah yang ternyata bukan milik pribadi.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai gaya hidup para pejabat publik yang tampak semakin mewah.
Di satu sisi, pejabat adalah cerminan dari rakyat yang diwakilinya.
Namun, di sisi lain, gaya hidup yang terlalu “wah” ini dapat menimbulkan persepsi negatif di kalangan masyarakat, terutama ketika rakyat tengah berjuang menghadapi berbagai kesulitan ekonomi.
Kritik terhadap gaya hidup pejabat sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.
Banyak warganet yang menilai bahwa gaya hidup hedon ini seakan tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi yang tengah digaungkan oleh pemerintah.
Kasus Abdul Qohar ini hanyalah salah satu contoh dari banyaknya sorotan yang tertuju pada kemewahan aksesori dan gaya hidup para pejabat.***