Bayangkan, jika generasi muda tidak mendapatkan informasi yang benar soal peristiwa tersebut, mereka bisa saja tumbuh dengan pemahaman yang salah tentang sejarah bangsa.
Maka, keluarga Gus Dur berharap dengan dihapuskannya TAP MPR tersebut, nama Gus Dur bisa dipulihkan sepenuhnya, baik secara hukum maupun sosial.
Namun, Sinta Nuriyah sendiri sadar bahwa pencabutan TAP MPR terkait Gus Dur bukanlah hal yang mudah.
Baca Juga: Ini Tampang Preman yang Bubarkan Diskusi Diaspora yang Sebelum Aksi Salim dan Pelukan dengan Polisi
Ada banyak kepentingan yang bermain, baik di tingkat politik maupun sosial.
Meski demikian, beliau yakin bahwa pelurusan sejarah adalah sesuatu yang mutlak diperlukan agar masyarakat, terutama generasi muda, bisa memahami kebenaran secara utuh.
Apakah pemerintah punya nyali untuk meluruskan sejarah ini? Atau kita hanya akan terus mewariskan narasi yang dipenuhi kepentingan politik tanpa peduli pada fakta-fakta yang terjadi?
Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang selalu memperjuangkan kesetaraan dan pluralisme.
Baca Juga: Dewas KPK Diminta Gercep, Bukan Lamban, dalam Kasus Etik Alexander Marwata
Tidak hanya dalam lingkup Indonesia, tapi di tingkat internasional.
Namun, sayangnya, hingga hari ini, sosok Gus Dur dalam beberapa buku sejarah masih dicap negatif karena pemberhentian kontroversialnya dari kursi kepresidenan.
Dalam kurikulum sekolah, ia lebih dikenal sebagai presiden yang diberhentikan daripada sebagai sosok yang memperjuangkan hak-hak minoritas dan kebebasan beragama.
Revisi kurikulum, yang diusulkan oleh keluarga Gus Dur, bukan hanya sekadar mencabut satu ketetapan, tapi juga mengubah narasi sejarah bangsa.
Di sinilah letak pentingnya: jika tidak ada upaya untuk memperbaiki sejarah, maka kita akan terus mewariskan kebohongan kepada anak cucu kita.