HUKAMANEWS - Permasalahan judi online harus diperangi bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat hingga tingkat keluarga harus berperan aktif dalam mengatasi permasalahan ini.
Judi online telah menjadi ancaman serius, bahkan bagi anak-anak di bawah usia 10 tahun.
Menurut Direktur Utama PT. Fammi Edutech, Muhamad Nur Awaludi, judi online hanyalah ilusi.
"Judi itu ilusi. Karena titik berhentinya seorang penjudi ketika dia menang. Tapi ketika dia kalah, rasa penasaran akan terus-menerus dilakukan sampai dia mendapatkan yang diinginkan," ungkapnya pada kegiatan Ngulik (Ngobrol Diskusi Teknologi Informasi dan Komunikasi) pada Kamis, 18 Juli 2024.
Awaludin menyoroti demografi usia pemain judi di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan.
Data dari KataData menunjukkan bahwa ada sekitar 80.000 anak di bawah usia 10 tahun yang terlibat dalam judi online.
Angka ini diikuti oleh kelompok usia 11-20 tahun sebanyak 440.000 jiwa, usia 21-30 tahun sebanyak 520.000 jiwa, usia 31-50 tahun sebanyak 1,64 juta jiwa, dan usia di atas 50 tahun sebanyak 1,35 juta jiwa.
Untuk anak-anak yang masih dalam pendidikan, dibutuhkan upaya ekstra dari berbagai pihak untuk memberantas judi online.
"Butuh ekstra tenaga mulai pendidikan, instansi itu sefrekuensi untuk memberantas judi online," ujar Awaludin, yang juga merupakan Trainer Parenting & Edukasi Digital.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa pada tahun 2022-2023 sebanyak Rp517 triliun dari judi online mengalir ke luar negeri.
Angka ini sangat besar dan jika dibandingkan dengan alokasi dana pendidikan, dapat memenuhi 20 persen dari total alokasi dana pendidikan tahunan di Indonesia.
Judi online menyebabkan kecanduan karena dirancang untuk memberikan hadiah secara acak, memicu sensasi dan dorongan untuk terus bermain.