nasional

KPK Gandeng Masyarakat Sipil Awasi Pilkada 2024 di Jawa Tengah Peran Aktif untuk Pemimpin Integritas dan Demokrasi Berkualitas

Jumat, 12 Juli 2024 | 20:30 WIB
Bertemu Masyarakat Sipil, KPK Dorong Partisipasi Aktif Kawal Pilkada 2024 di Jawa Tengah (KPK / HukamaNEws.com)

HUKAMANEWS - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 menjadi momen penting dalam proses demokrasi di Indonesia.

Publik memiliki peran besar dalam menentukan pemimpin di daerahnya masing-masing.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, dalam Diskusi Publik bertajuk “Bayang-Bayang Pada Pemilihan Kepala Daerah di Jawa Tengah” yang diadakan pada Kamis (11/7).

Baca Juga: Antisipasi Kemenangan Kang Tebe dalam Pilkada Bandung Barat 2024, Harapan Baru Bagi Pembangunan Daerah!

Alexander Marwata menekankan pentingnya masyarakat memahami dan menjaga proses demokrasi yang sehat.

“Masyarakat harus memahami proses demokrasi yang sehat. Hal itu bisa dimulai dari menolak praktik suap yang dilakukan calon pemimpin daerahnya masing-masing,” ujarnya.

Menurut Alex, integritas pemimpin juga perlu diperhatikan oleh partai politik yang mengusung kadernya untuk maju dalam Pilkada.

Baca Juga: Ridwan Kamil Cari Tantangan Baru di Pilkada Jakarta 2024? Kaesang Pangarep Angkat Bicara tentang Peluang di Ibukota

Akar masalah korupsi, lanjutnya, seringkali berasal dari calon pemimpin yang tidak memiliki kredibilitas.

Alex juga menyatakan bahwa Pilkada sering menjadi titik awal terjadinya korupsi.

“Proses Pilkada jadi hulu terjadinya korupsi. Itu bisa dilihat dari biaya politik yang mahal, kemudian ada upaya melakukan suap pada masyarakat, sehingga timbul rasa untuk mengembalikan modal politik dari calon kepala daerah dengan tindakan korupsi,” jelasnya.

Baca Juga: Fenomena Pilkada 2024, Pengamat Ungkap Popularitas Tokoh Lebih Penting Bagi Kemenangan Dibanding Kualitas, Siap-Siap Kaget!

KPK telah menangani 185 perkara korupsi yang melibatkan kepala daerah sejak tahun 2004 hingga 2023.

Dari jumlah tersebut, 25 kasus melibatkan Gubernur dan 163 kasus melibatkan Wali Kota atau Bupati.

“Secara khusus, 69 perkara ada di Jawa Tengah. Itu menunjukkan bahwa sistem hanya sebatas alat, semuanya kembali kepada pribadi masing-masing,” kata Alex.

Halaman:

Tags

Terkini