HUKAMANEWS - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, baru-baru ini membuat pernyataan yang mengundang kontroversi terkait Operasi Tangkap Tangan KPK (OTT KPK).
Alex menyebut bahwa OTT KPK bagaikan hiburan bagi masyarakat. Pernyataan ini dilontarkannya saat menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan penurunan citra KPK.
Marwata berharap dalam waktu dekat pihaknya dapat segera menggelar OTT KPK agar citra lembaga tersebut dapat membaik. Menurutnya, OTT dapat menjadi tontonan menarik bagi masyarakat dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK.
Baca Juga: Yamaha NMAX TURBO, Sensasi Berkendara Baru dengan Teknologi Canggih
“Ya okelah OTT, ya syukur-syukur lah kalian dapat nanti kan, ya buat hiburan, 'tinggggg', buat masyarakat senang,” ujar Alex saat ditemui awak media di Tebet, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Alex menyebut bahwa persepsi publik terhadap KPK sangat dipengaruhi pemberitaan KPK yang menggelar OTT. Ketika survei dilakukan beberapa waktu setelah KPK menggelar OTT, citra lembaga antirasuah menukik naik.
Sebaliknya, ketika KPK sudah lama tidak menggelar OTT dianggap tidak bekerja dan citranya buruk. Di sisi lain, kata Alex, OTT saat ini sulit dilakukan karena koruptor telah mempelajari cara KPK melakukan tangkap tangan.
Baca Juga: Rekrutmen Pimpinan dan Dewas KPK: Mencari Cahaya di Tengah Kegelapan
"Artinya mereka juga belajar lebih hati-hati. Makanya kita harus berubah, teknik-teknik penyelidikan maupun penyidikan itu," katanya.
Alex melanjutkan, tindakan penyelidik yang melakukan OTT dengan menunggu hasil penyadapan menurutnya kurang efektif. Sebab, saat ini hanya orang sedang sial melakukan percakapan di ponsel mereka menyangkut transaksi korupsi dengan bahasa isyarat maupun vulgar.
“Faktanya itu sekarang lebih dari 500 loh, nomor Hp yang kita sadap itu kan, berapa puluh penyelenggara pejabat negara kita sadap, zonk isinya. Kan gitu kan,” ungkap Mantan Hakim Pengadilan Tipikor ini.
Menurut Alex, KPK kini tengah mengalihkan fokus dalam mengusut penanganan perkara yang berpotensi pada kerugian keuangan negara.