HUKAMANEWS – Dalam sebuah langkah yang menuju penyempurnaan sistem pemilihan umum di Indonesia, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan adanya kesamaan visi antara DPR dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan ambang batas parlemen.
Keputusan terbaru dari MK yang menuntut revisi atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi sorotan, khususnya mengenai ketentuan parliamentary threshold sebesar empat persen suara sah nasional.
Pernyataan ini mengemuka setelah MK memutuskan bahwa perlu ada penyesuaian pada ambang batas parlemen untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih representatif dan mengurangi suara terbuang.
Baca Juga: Reformasi Ambang Batas Parlemen oleh MK, Langkah Menuju Pemilu Lebih Demokratis di 2029
Ahmad Doli, dalam wawancaranya di Jakarta, Jumat, menyatakan bahwa Komisi II DPR RI telah lama memiliki inisiatif untuk menyempurnakan UU Pemilu, termasuk soal ambang batas tersebut.
“Buat saya, apa yang diputuskan oleh MK tersebut sama dengan semangat yang ada di Komisi II DPR RI,” ujar Ahmad Doli, menandakan sebuah sinergi dalam upaya memperbaiki mekanisme pemilu di Indonesia.
Ia menambahkan, perubahan tersebut harus dilakukan berdasarkan kajian mendalam sehingga penetapan besaran ambang batas memiliki dasar yang kuat dan dapat meminimalisir suara terbuang.
Keputusan MK yang dirilis Kamis (29/2) lalu, membuka jalan bagi perubahan signifikan dalam sistem pemilu Indonesia.
Dengan menetapkan bahwa norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bersifat konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk Pemilu DPR 2029 serta seterusnya, MK menegaskan perlunya revisi untuk mewujudkan pemilu yang lebih efisien dan representatif.
Ahmad Doli menekankan bahwa revisi atau penyempurnaan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 menjadi keharusan, dengan mempertimbangkan penyederhanaan partai politik sebagai salah satu aspek penting.
Inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi di Indonesia dengan memastikan setiap suara memiliki bobot yang signifikan dalam menentukan arah kebijakan negara.
Pembahasan mengenai perubahan ambang batas parlemen ini bukan hanya soal teknis pemilu, melainkan juga tentang bagaimana memastikan setiap elemen masyarakat dapat diwakili dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan demikian, kebijakan-kebijakan yang dihasilkan diharapkan dapat lebih mencerminkan keinginan dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.