HUKAMANEWS – Penyebaran nyamuk Wolbachia di Indonesia, yang sering disebut sebagai "nyamuk Bill Gates," telah menjadi pusat perhatian masyarakat.
Kontroversi ini semakin memanas dengan klaim di media sosial yang menyebutnya sebagai misi eks CEO Microsoft Bill Gates untuk membentuk genetik LGBT dan menciptakan virus Japanese Encephalitis (JE) yang mematikan.
Namun, apakah ini benar nyamuk Wolbachia bisa jadi penyelamat? Mari kita cek faktanya.
Pakar kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban, memberikan penjelasan terkait nyamuk Wolbachia.
Proyek ini dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP), bagian dari Monash University.
"Mungkin karena proyek ini mendapat dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak yang menyebutnya nyamuk Bill Gates," ungkap Prof Zubairi, dikutip HukamaNews.com dari TikTok @profesorzubairi.
Tujuan utama proyek ini adalah menurunkan penyebaran Demam Berdarah (DBD), demam kuning, dan chikungunya.
Bakteri Wolbachia di dalam nyamuk Aedes aegypti dapat melumpuhkan virus dengue, mirip dengan vaksin, namun ditujukan untuk nyamuk agar tidak menyebarkan virus ke manusia.
Nyamuk Wolbachia telah sukses digunakan di beberapa negara seperti Brasil, Kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura.
Di Indonesia, Yogyakarta telah melihat penurunan kasus DBD dan risiko rawat inap setelah penyebaran nyamuk Wolbachia.
Bali rencananya akan menjadi lokasi berikutnya, meskipun terdapat penundaan karena sebagian masyarakat tidak setuju.
Prof Zubairi menyebut bahwa ketidaksetujuan masyarakat timbul karena kekhawatiran akan mutasi nyamuk dan metode pembasmian lainnya.