Proyek Kereta Cepat Membengkak, Buni Yani Tegas Sebut Nama yang Harus Bayar ‘Dosa Ekonomi’ di Balik Proyek Whoosh Ini

photo author
- Senin, 13 Oktober 2025 | 06:00 WIB
Utang proyek kereta cepat menuai polemik. Buni Yani sebut Jokowi dan Luhut harus bertanggung jawab penuh. (HukamaNews.com / NET)
Utang proyek kereta cepat menuai polemik. Buni Yani sebut Jokowi dan Luhut harus bertanggung jawab penuh. (HukamaNews.com / NET)

HUKAMANEWS – Kontroversi soal utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh kembali mencuat setelah peneliti media dan politik Buni Yani menegaskan bahwa beban keuangan jumbo itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Luhut Binsar Pandjaitan.

Pernyataan ini muncul setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak permintaan agar APBN ikut menanggung sebagian utang proyek tersebut.

Buni menilai keputusan itu tepat, karena rakyat tidak seharusnya menanggung “dosa ekonomi” yang bukan hasil kebijakannya sendiri.

Baca Juga: One Fine Day IFG Ajak Masyarakat Hidup Sehat, Melek Asuransi, dan Cerdas Finansial

Utang Kereta Cepat Jadi Sorotan Publik

Melalui unggahan di akun Facebook pribadinya, Buni Yani menyebut proyek Kereta Cepat Whoosh sejak awal merupakan kebijakan ambisius yang penuh risiko dan minim perhitungan ekonomi jangka panjang.

Ia menilai, tanggung jawab moral dan politik atas utang besar proyek ini tidak bisa dialihkan kepada pemerintahan baru atau dibebankan kepada masyarakat.

“Sudahlah, ini tanggung jawabnya Jokowi, Luhut, and the gang,” tulis Buni.

Menurutnya, kebijakan masa lalu yang terbukti membebani keuangan negara harus dipertanggungjawabkan oleh para pengambil keputusan, bukan rakyat.

“Jangan timpakan dosa dan kebodohan mereka ke rakyat,” lanjutnya.

Baca Juga: Utang RI Tembus Rp9.138 Triliun, Kemenkeu Tenangkan Publik: Masih Aman dan Terkendali

Proyek Membengkak, Utang Menumpuk

Berdasarkan data resmi, proyek Kereta Cepat Whoosh awalnya diperkirakan menelan biaya sekitar 6,07 miliar dolar AS, namun membengkak menjadi 7,27 miliar dolar AS.

Kenaikan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari revisi desain, keterlambatan konstruksi, hingga kenaikan harga material dan biaya pembebasan lahan.

Sebagian besar dana proyek berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga antara 3,7 hingga 3,8 persen dan tenor pinjaman mencapai 35 tahun, angka yang dinilai cukup tinggi untuk proyek infrastruktur sekelasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kazuki Rahmadani

Sumber: Rmol

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X