Beberapa kasus sempat menjadi sorotan publik, seperti Prita Mulyasari yang digugat karena mengeluhkan pelayanan rumah sakit, Baiq Nuril yang dipidana akibat merekam pelecehan verbal atasannya, hingga polemik antara aktivis Ferry Irwandi dengan TNI.
Semua contoh ini, kata Mahfud, menunjukkan bahaya dari norma hukum yang tidak jelas.
Kebebasan Berpendapat: Demokrasi atau Anarki Digital?
Tema seminar di Universitas Andalas ini juga menyinggung fenomena “anarki digital.”
Mahfud mengingatkan, kebebasan berekspresi memang fundamental, tetapi perlu diimbangi dengan tanggung jawab agar tidak melahirkan ujaran kebencian atau hoaks.
Menurut pengamat politik lokal, persoalan ini makin kompleks di era media sosial.
“Orang bisa dengan mudah menyalurkan opini, tapi juga bisa menebar fitnah. Negara harus hadir tanpa membungkam,” kata dosen hukum tata negara Universitas Andalas, yang turut hadir dalam diskusi.
Publik Menanti Reformasi Hukum yang Konsisten
Masyarakat menilai pernyataan Mahfud Md relevan dengan kondisi hukum Indonesia saat ini.
Di media sosial, sejumlah netizen mendukung pandangannya. “Pasal karet memang harus dihapus, biar rakyat tidak terus jadi korban,” tulis seorang pengguna X.
Namun ada juga suara yang lebih kritis. “Masalahnya bukan cuma pasal karet, tapi keberanian aparat menegakkan hukum secara adil,” ujar pengguna lain.
Diskursus ini memperlihatkan bahwa reformasi hukum belum selesai.
Implementasi kebebasan berpendapat masih menjadi pekerjaan rumah panjang, terutama dalam menghadapi tantangan digital yang bisa membawa demokrasi ke arah konstruktif atau justru destruktif.
Artikel Terkait
Kalau Mahfud MD Jadi Jaksa Agung, Islah Bahrawi: Budi Arie dan Silfester Bisa ‘Pingsan’ Seketika
Mahfud MD Puji Polri: Keamanan Masyarakat Terjaga, Tapi Kepercayaan Publik Jadi PR Berat!
Mahfud MD Blak-blakan Ungkap Sulit Percaya PBNU Terlibat Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun, Ini Alasannya!
Presiden Prabowo Pertimbangkan Mahfud MD Masuk Tim Reformasi Polri, Publik Tunggu Gebrakan Baru
Mahfud MD Tolak Kursi Menko Polkam, Pilih Fokus di Komite Reformasi Polri: Etika Politik Jadi Alasan