Beban hidup yang kian berat, lapangan pekerjaan yang sempit, serta gaji minimum yang pas-pasan membuat warga sulit menerima kebijakan tersebut.
Yudo menambahkan, “Kalau rata-rata gaji warga juga puluhan juta, mungkin enggak masalah. Tapi realitasnya kan jauh sekali.”
Dorongan Revisi untuk Gubernur
Gelombang penolakan itu membuat warga berharap Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, segera turun tangan.
“Harus dievaluasi lagi, jangan sampai kebijakan ini memicu percikan api baru,” ujar Yudo.
Fitria juga mendesak agar revisi dilakukan secepatnya.
“Kalau enggak, masyarakat bisa marah lagi kayak yang sudah-sudah. Jakarta bisa porak poranda hanya karena DPRD,” ujarnya mengingatkan.
Sementara itu, Juwita berharap agar tunjangan fantastis itu bisa dialihkan untuk kebutuhan publik.
“Kalau diturunkan, sisa anggaran bisa dipakai untuk bangun fasilitas umum atau program yang lebih bermanfaat bagi warga,” tuturnya.
Ketentuan tunjangan rumah DPRD DKI ini merujuk pada Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022 yang diteken Anies Baswedan saat masih menjabat.
Baca Juga: Bos Sritex Lukminto Bersaudara Jadi Tersangka Pencucian Uang, Negara Rugi Rp1 Triliun
Dalam aturan tersebut, anggota DPRD mendapat tunjangan rumah Rp 70,4 juta per bulan, sementara pimpinan DPRD menerima lebih besar, yakni Rp 78,8 juta. Dana itu dibebankan langsung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
“Biaya yang diperlukan untuk pemberian tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD DKI Jakarta dibebankan pada APBD melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran Sekretariat DPRD,” demikian bunyi aturan tersebut.***
Artikel Terkait
Setelah Ramai, Soal Tunjangan Rumah DPR Semua Pihak Sepakat Bungkam dan Saling Lempar
Tunjangan Rumah DPRD DKI Rp70 Juta, Pramono Anung Pilih Menunggu Sikap Legislatif