HUKAMANEWS — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menilai sistem pemilu yang berlaku saat ini justru menutup ruang bagi politisi berbakat untuk tampil. Alih-alih melahirkan legislator berkualitas, parlemen kerap diisi oleh sosok selebritas yang lebih populer ketimbang berpengalaman di bidang politik.
“Sistem sekarang ini membuat orang yang berbakat politik tidak bisa tampil ke permukaan, maka diisi oleh para selebritas, diisi oleh artis. Kita lihat ada kritik terhadap kualitas anggota DPR sekarang ini, dan pemerintah menyadari hal itu,” ujar Yusril di Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Menurut dia, situasi ini menjadi salah satu alasan mendesak untuk merevisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Kepartaian. Terlebih, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
Yusril menegaskan pemerintah kini tengah menyiapkan langkah reformasi politik secara lebih luas. Presiden Prabowo Subianto, kata dia, sejak awal masa jabatannya sudah menekankan perlunya pembaruan mendasar dalam sistem politik Indonesia.
“Pak Presiden menegaskan bahwa kita perlu melakukan reformasi politik yang seluas-luasnya. Supaya partisipasi politik itu terbuka bagi siapa saja, tidak hanya orang-orang yang punya uang, selebritas, atau artis, tapi juga mereka yang punya kapasitas dan integritas,” tutur Yusril.
Reformasi ini mencakup pembenahan sistem rekrutmen politik agar tidak semata ditentukan popularitas dan modal besar. Pemerintah berharap revisi regulasi bisa menciptakan iklim yang lebih adil sehingga politik tidak menjadi arena eksklusif bagi kalangan tertentu.
Revisi UU Pemilu Masuk Agenda Prioritas
Di sisi lain, DPR telah menugaskan Badan Legislasi (Baleg) untuk membahas revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Revisi ini menjadi inisiatif DPR sekaligus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 sehingga wajib diselesaikan tahun ini.
Revisi dilakukan sebagai tindak lanjut Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan pemilu nasional dan pemilu daerah dipisah mulai 2029. Artinya, pemilu legislatif dan presiden tidak lagi digelar serentak dengan pemilu kepala daerah.
Pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menekankan pentingnya percepatan pembahasan revisi UU Pemilu. Menurut dia, putusan MK tidak serta-merta menyelesaikan seluruh persoalan dalam praktik pemilu.
“Pertama, tentu saja harus segerakan pembahasan RUU Pemilu. Karena putusan MK itu bukan obat bagi semua persoalan pemilu kita,” ujar Titi dalam diskusi daring bertajuk Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
Titi menambahkan, UU Pemilu terakhir kali direvisi menjelang Pemilu 2019. Padahal, dinamika politik dan sosial lima tahun terakhir telah banyak berubah, termasuk praktik kampanye berbasis media sosial dan tingginya biaya politik. Tanpa pembaruan aturan, risiko terpilihnya figur populer tanpa kapasitas akan terus berulang.***
Artikel Terkait
7 Tahanan Narkoba Kabur dari Rutan Salemba, Yusril: Ada Kelalaian atau Kesengajaan Petugas?
Indonesia Lamban Ratifikasi Konvensi, Yusril Akui Ada PR Besar untuk Reformasi Hukum
Yusril Tegaskan Hukuman Mati Tidak Dihapus, Tapi Diperlakukan Ekstra Hati-hati Sesuai KUHP Baru
Bukan Cuma Soal Letak, Ini Alasan Yusril Tak Mau Gegabah Putuskan Nasib 4 Pulau di Aceh-Sumut!
Bukan Sekadar Maaf! Ini Alasan Yulianus Paonganan Dapat Amnesti Presiden Prabowo, Yusril Ihza Mahendra Ungkap Fakta di Balik Kasusnya
Rakyat Ultimatum dengan 17+8 Tuntutan, Yusril: Pemerintah Tak Bisa Lagi Tutup Telinga