"Kesepakatan itu harus dibuktikan dalam aksi nyata, bukan sekadar dokumen di atas kertas," tambah Mafirion.
Ia menilai, kesuksesan pemulangan Tannos bisa menjadi simbol keberhasilan kerja sama hukum antara Indonesia dan Singapura, sekaligus menunjukkan ketegasan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Diketahui, Paulus Tannos adalah tersangka kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Ia telah buron sejak 2021 dan baru tertangkap di Singapura pada awal Januari 2025.
Namun setelah ditangkap, Tannos langsung mengajukan gugatan penangguhan penahanan agar tidak segera dipulangkan ke Indonesia.
Pengadilan Singapura akhirnya menolak permohonan tersebut, membuka jalan bagi pemerintah RI untuk segera mengeksekusi proses ekstradisi.
Sebagai informasi tambahan, dalam pertemuan bilateral yang berlangsung pertengahan tahun ini, Indonesia dan Singapura menyepakati 19 poin kerja sama strategis.
Salah satu poin penting adalah percepatan implementasi perjanjian ekstradisi yang sudah diteken sejak 2022.
Komitmen ini mencakup penyerahan tersangka atau terpidana lintas negara jika diminta dalam proses hukum seperti penyidikan, persidangan, hingga pelaksanaan vonis.
Dengan semua pintu kerja sama sudah terbuka, kini bola ada di tangan pemerintah Indonesia.
Masyarakat menanti, apakah kasus Paulus Tannos bisa menjadi contoh nyata bahwa tidak ada tempat aman bagi koruptor, bahkan di luar negeri sekalipun.***
Artikel Terkait
Gaji Hakim Naik 280 Persen, KPK Harap Bisa Tahan Godaan Korupsi
Dibongkar KPK! Jejak Dugaan Korupsi Dana CSR BI Seret Nama Perry Warjiyo hingga Anggota DPR
Mahfud MD: Kejaksaan Bongkar Mega Korupsi Mentok di Pejabat Kasus Macet, di Sinilah Prabowo Tunjuk TNI Kawal Kejaksaan, TNI Relatif Bersih
Tumpukan Rp2 Triliun Dipajang Kejagung! Uang Korupsi Wilmar Disusun Mirip Candi, Ada Dugaan Suap Hakim Rp60 Miliar!
Wilmar Group Balikin Uang Rp11,88 T, Kasus Korupsi CPO Makin Panas, Mahkamah Agung Siap Bikin Kejutan?