HUKAMANEWS - Kenaikan gaji para penegak hukum diyakini mampu mengobati penyakit korupsi di tubuh peradilan.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mencontohkan kondisi kehidupan hakim yang bertugas di daerah terpencil.Menurutnya gaji yang sepadan akan memenuhi kebutuhan hidup yang cenderung lebih tinggi dibanding daerah lainnya.
“Misalnya, gaji hakim terbatas, tetapi hakimnya tinggal di area remote (terpencil) yang memiliki tingkat kemahalan harga yang jauh lebih tinggi sehingga ada kebutuhan nyata untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,” tuturnya, Jumat 13 Juni 2025.
Baca Juga: Green Faith Indonesia: Tambang di Pulau Kecil Langgar Konstitusi dan Ajaran Agama
“Karena gajinya masih terbatas maka risiko untuk menerima godaan suap atau gratifikasi itu jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, dengan dinaikkannya gaji hakim maka risiko untuk corruption by need itu dapat menjadi lebih rendah,” sambung dia.
Keputusan menaikkan kesejahteraan hakim merupakan langkah tepat. Terlebih, gaji hakim di Indonesia tidak mengalami kenaikan signifikan dalam periode yang lama.
Kendati begitu, dalam konteks rasuah, Zaenur mengingatkan bahwa terdapat pula korupsi yang disebabkan oleh keserakahan (corruption by greed). Korupsi jenis itu dinilai tidak bisa diberantas hanya dengan meningkatkan kesejahteraan.
Dalam hal ini, ia menyoroti hakim-hakim yang terkena operasi tangkap tangan oleh aparat penegak hukum lantaran diduga terlibat tindak pidana korupsi.Ia menyebut hakim-hakim itu cenderung senior.
“Tingkat kesejahteraannya sudah sangat tinggi itu masih menerima suap, bahkan untuk hakim agung, sehingga itu menunjukkan bahwa untuk yang corruption by greed tidak bisa diselesaikan dengan meningkatkan kesejahteraan. Butuh solusi lainnya, tidak sekadar menaikkan gaji hakim,” katanya.
Solusi yang dimaksud Zaenur menyangkut langkah terpadu, mulai dari perbaikan manajemen sumber daya manusia peradilan (SDM) hingga perbaikan kualitas pengawasan.
Manajemen SDM dapat dilakukan dengan menempatkan hakim-hakim berintegritas menjadi pimpinan di masing-masing satuan kerja, sementara perbaikan pengawasan dilakukan dengan penjatuhan sanksi yang tegas dan keras.
“Jadi, memang ini (menaikkan gaji hakim) adalah satu langkah baik, langkah penting, langkah perlu, tetapi tidak menjadi silver bullet (peluru perak/solusi ajaib) yang akan menyelesaikan semua masalah korupsi, masih dibutuhkan langkah-langkah lain,” imbuhnya.
Artikel Terkait
Disebut Terima 50 Persen dari Situs Judol, Publik Desak Hakim Perintahkan Jaksa Panggil Budi Arie!
KPK Didesak Telusuri Hakim Agung dalam Kasus Suap Sugar Group: Aliran Dana dari Zarof Ricar Disorot
7 Bulan Ditahan, Tom Lembong Baru Dapat Audit BPKP! Hakim Turun Tangan Perintahkan Jaksa Serahkan Dokumen
Ibunda Ronald Tannur Ngaku Tak Tahu Soal Suap Hakim untuk Vonis Bebas Anaknya, Jaksa Tetap Tuntut 4 Tahun Penjara!
Kenaikan Gaji Hakim 280 Persen, Bukan Hadiah, Pembenahan Peradilan Masih Menuai Jalan Panjang