Menurutnya, prosedur keamanan harus tetap menjadi pedoman utama dalam setiap kegiatan militer, apalagi yang melibatkan bahan peledak.
Sambil menunggu hasil investigasi, kegiatan pemusnahan amunisi di lokasi tersebut untuk sementara waktu dihentikan.
Tragedi ini menjadi pengingat keras tentang pentingnya ketelitian dalam mengelola kegiatan berisiko tinggi, bahkan bagi institusi sekelas militer.
Kehadiran warga sipil di lokasi steril bukan hanya mengindikasikan potensi kelalaian, tetapi juga memperlihatkan adanya kebiasaan lokal yang tidak diperhitungkan dalam protokol formal.
Kebiasaan warga mengais logam pasca peledakan, meskipun sudah menjadi rahasia umum, tetaplah tidak seharusnya diabaikan dalam perencanaan keamanan.
Ke depan, penting bagi TNI untuk merumuskan ulang pendekatan mereka terhadap kegiatan seperti ini, termasuk bagaimana mengedukasi masyarakat soal bahaya amunisi aktif.
Investigasi yang transparan dan evaluasi terbuka menjadi langkah penting untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Dengan nyawa warga sipil sebagai taruhan, kelalaian sekecil apapun jelas tak bisa ditoleransi.
Apakah tragedi ini akan menjadi momentum pembenahan prosedur, atau justru tenggelam dalam rutinitas tanpa pembelajaran?
Itu yang kini tengah dinantikan publik.***
Artikel Terkait
Tewaskan 7 Wisatawan, Kapal Wisata Terbalik di Bengkulu, Simak Fakta Mengejutkan di Balik Tragedi Liburan ke Pulau Tikus Ini
Dapat Penangguhan Polisi dan Ucapkan Permintaan Maaf, Mahasiswi ITB Unggah Meme Jokowi-Prabowo Berciuman, Kini Bebas!
Dibalik Aksi Sosial GRIB Jaya, Publik Kepo: Dari Mana Sumber Uang Hercules Sebenarnya?
Eks Pegawai KPK Buka-bukaan Jejak Hitam Firli Bahuri, dari Mainkan Kasus SYL hingga Hasto Kristiyanto, Ini Fakta yang Mengejutkan!
Ricuh Bus Persik Kediri Ditimpuki Suporter Arema FC Usai Laga di Stadion Kanjuruhan, Keluarga Korban Kanjuruhan Kecam dan Tuntut Hal Ini