Faktor keempat adalah lemahnya sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Jamiluddin menilai KPUD kurang aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Pilkada dan dampaknya terhadap kehidupan mereka.
“Akibatnya, banyak masyarakat yang merasa Pilkada tidak relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari,” tutupnya.
KPU sendiri telah mengakui adanya tren penurunan partisipasi pemilih di Pilkada 2024.
“Secara umum, partisipasi pemilih berada di bawah 70 persen secara nasional,” ujar salah satu anggota KPU, Mellaz.
Tren ini tentu menjadi tantangan besar bagi demokrasi Indonesia.
Apalagi, rendahnya partisipasi pemilih bisa mengurangi legitimasi kepala daerah yang terpilih.
Namun, apakah solusi untuk masalah ini cukup jelas?
Peningkatan sosialisasi oleh KPUD menjadi salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan.
Selain itu, partai politik juga perlu lebih responsif terhadap harapan masyarakat saat mengusung calon.
Pilkada seharusnya menjadi momentum bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang benar-benar mereka percaya.
Namun, jika kekecewaan terus dibiarkan tanpa solusi, angka partisipasi pemilih bisa semakin menurun di masa depan.
Apakah kita hanya akan menyalahkan masyarakat, atau mulai melihat ke dalam sistem demokrasi kita sendiri?
Artikel Terkait
Pengemudi Ojol Meradang, Tak Dapat Jatah Subsidi BBM, Bahlil Bilang: Tunggu Dulu Jangan Cepat Ambil Kesimpulan!
Fedi Nuril Sentil Dharma-Kun, Suara 10 Persen, Tapi KTP Keluarga Saya Dicatut, Ada Apa di Balik Pilkada Jakarta 2024 Ini?
10 Smartphone 1 Jutaan Terbaik 2024, Spek Sultan, Harga Miskin, Yuk Cek Sendiri Kualitasnya yang Bikin Ngelirik!
Kenapa Hilirisasi Nikel Ngebut tapi Bauksit Lambat? Bahlil Bongkar Rahasia di Balik Strategi Pengusaha Indonesia
Fakta Mengejutkan! Pelajar dan Mahasiswa Dominasi Judi Online, Transaksi Dibawah Rp100 Ribu, Tapi Bikin Masa Depan di Ujung Tanduk!