No Viral, No Justice di Republik Ini! Ahmad Sahroni Sindir Polri & Kejaksaan Terkait Kasus Landak Jawa, Apa Lebih Berat dari Korupsi?

photo author
- Selasa, 10 September 2024 | 15:05 WIB
Ahmad Sahroni soroti ketimpangan hukum: kasus landak Jawa vs korupsi timah (Foto: Tangkapan layar emedia.dpr.go.id / HukamaNews.com)
Ahmad Sahroni soroti ketimpangan hukum: kasus landak Jawa vs korupsi timah (Foto: Tangkapan layar emedia.dpr.go.id / HukamaNews.com)

Sahroni menegaskan bahwa keadilan di Indonesia sering kali hanya terjadi ketika ada tekanan dari publik atau viral di media sosial.

"Karena republik kita ini no viral no justice," ujar Sahroni dalam unggahannya pada Minggu, 8 September 2024.

Sahroni membandingkan kasus Sukena dengan kasus Toni Tamsil, terdakwa yang terlibat dalam perintangan penyidikan kasus dugaan korupsi tata niaga timah.

Baca Juga: Nggak Mau Ketinggalan! iPhone 16 Pro Kini Punya Memori 256GB & Kamera Canggih, Harga Naik tapi Fitur Bikin Takjub!

Toni, yang didakwa atas obstruction of justice dalam penyidikan PT Timah Tbk, hanya divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada 29 Agustus 2024.

Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp200 ribu.

Dalam kasus Toni, hakim memutuskan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa akan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan, dan Toni tetap harus menjalani penahanan serta membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.

Baca Juga: Cuma Sampai 11 September! Watsons 9.9 Super Sale, Diskon Besar hingga 70 Persen, Jangan Lewatkan!

Sahroni merasa bahwa vonis ringan dalam kasus korupsi ini tidak sebanding dengan hukuman berat yang dijatuhkan kepada Sukena.

"Makanya gue di story mengomentari itu agar tidak terjadi hal-hal yang demikian. Mudah-mudahan para stakeholder kejaksaan dan kepolisian, langsung melihat itu dan mengoreksi segera apa yang terjadi," tambah Sahroni, berharap agar penegak hukum segera mengambil tindakan yang adil dalam kasus Sukena.

Kasus ini memperlihatkan ketimpangan dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama ketika membandingkan kasus perlindungan satwa dengan kasus korupsi.

Baca Juga: 14 Titik Lokasi Layanan Samsat Keliling di Wilayah Jadetabek, Selasa 10 September 2024

Perlindungan terhadap satwa memang penting, namun perbandingan hukuman yang diterima oleh pelanggar konservasi satwa dengan pelaku korupsi sering kali menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Korupsi, yang secara langsung merugikan negara dan masyarakat, sering kali mendapatkan hukuman yang dianggap ringan.

Sementara itu, pelanggaran terhadap undang-undang konservasi, meskipun penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, kadang-kadang terlihat mendapatkan perhatian yang berlebihan dari penegak hukum.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Kazuki Rahmadani

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X