HUKAMNEWS – Konflik internal dalam Partai Golkar kembali mencuat ke permukaan setelah salah satu kadernya, M. Rafik, mengajukan gugatan terhadap hasil Musyawarah Nasional (Munas) ke-XI Partai Golkar yang menetapkan Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum.
Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada tanggal 23 Agustus 2024 dengan nomor perkara 762/Pdt.Su-Parpol/2024/PN Jkt.Brt.
Rafik menilai bahwa Munas XI yang digelar pada 20-21 Agustus 2024 di Jakarta tersebut melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang dihasilkan dari Munas X pada tahun 2019.
Menurutnya, Munas seharusnya dilaksanakan pada bulan Desember 2024 sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 39 Ayat 2 poin a AD/ART Golkar.
"Pelaksanaan Munas XI ini jelas-jelas bertentangan dengan aturan partai. Dalam AD/ART Golkar yang dihasilkan dari Munas X tahun 2019, disebutkan bahwa Munas diselenggarakan setiap 5 tahun sekali pada bulan Desember. Namun, kali ini Munas dilaksanakan pada bulan Agustus, yang jelas melanggar ketentuan tersebut," ungkap Rafik.
Tidak hanya mempermasalahkan waktu pelaksanaan, Rafik juga menyoroti keputusan Golkar yang secara tiba-tiba menetapkan forum Munas pada 20-21 Agustus 2024 serta menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepanitiaan pada 15 Agustus 2024.
Baca Juga: Belajar Bahasa: Mana yang Benar, Dibandrol atau Dibanderol?
Menurutnya, keputusan tersebut tidak hanya inkonstitusional tetapi juga merugikan kader-kader yang masih setia pada aturan AD/ART partai.
"Maka dari itu, salah satu tuntutan kami di PN adalah agar seluruh hasil Munas XI yang inkonstitusional ini dibatalkan. Kami meminta agar Pengadilan Negeri Jakarta Barat membatalkan hasil-hasil Munas yang berlangsung pada tanggal 20-21 Agustus 2024 karena dasar hukum penyelenggaraannya sudah salah," tegas Rafik.
Rafik juga berharap agar Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), tidak serta merta menerima berita acara perubahan Badan Hukum Partai Golkar periode 2019-2024.
Ia menginginkan agar hasil Munas tersebut tidak diakui secara hukum hingga proses pengadilan selesai.
Perselisihan internal ini mengindikasikan adanya krisis kepemimpinan di tubuh Partai Golkar, terutama setelah mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum.
Rafik menilai bahwa seharusnya kepemimpinan sementara tetap dipegang oleh Sekretaris Jenderal Agus Gumiwang Kartasasmita beserta jajaran pengurus lainnya hingga Desember 2024.
Artikel Terkait
Blak-Blakan Jusuf Hamka: Ketum Golkar Diincar 'Orang Powerful', Saya Takut Terzolimi
Airlangga & Agus Gumiwang Sindir Bahlil, Calon Ketua Umum Golkar Selanjutnya? Cek Momen Seru Pelantikan dan Spekulasi Terbarunya!
Golkar Gelar Munas XI, Bahlil Lahadalia Calon Tunggal Ketum, Tunjukan Soliditas Partai Hadapi Dinamika Politik
Golkar Bersiap Sambut Peluang Baru, Aburizal Bakrie Dorong Pengurus Pelajari Putusan MK Terkait Pilkada
Bahlil Lahadalia Terpilih Jadi Ketum Golkar 2024-2029, Langkah Strategis atau Sekadar Formalitas?