HUKAMANEWS - Indonesia, salah satu megadiversitas dunia, memiliki beragam satwa yang mendiami habitatnya.
Meski demikian, satu pertanyaan menarik terus mengemuka: Mengapa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum menetapkan monyet ekor panjang sebagai satwa dilindungi?
Pada Maret 2022, International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengguncang dunia konservasi dengan meningkatkan status monyet ekor panjang dari 'rentan' menjadi 'terancam punah'.
Baca Juga: Mengakomodasi Putusan MK, Revisi Ambang Batas Parlemen Perlu Dilakukan, Respons Pembentuk UU Pemilu
Dalam 42 tahun ke depan, diperkirakan populasi mereka akan menyusut hingga 40%. Meski demikian, KLHK belum segera mengambil langkah untuk melindungi primata yang tersebar di berbagai pulau Indonesia ini.
Menurut Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Setyawan Pudyatmoko, penundaan penetapan status perlindungan monyet ekor panjang disebabkan oleh kurangnya data dan kriteria yang menunjukkan bahwa spesies ini sudah benar-benar terancam.
Meskipun populasi monyet ekor panjang menyebar luas di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT), survei dan referensi yang ada belum memberikan indikasi keadaan darurat.
Namun, KLHK bukan tanpa alasan. Menurut Setyawan, monyet ekor panjang belum termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi di Indonesia.
Meski begitu, spesies ini masuk dalam Appendix II CITES (Convention on International Trades in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Hal ini berarti, meskipun belum terancam punah secara langsung, potensi kepunahan masih ada jika perdagangan terus berlanjut tanpa regulasi yang ketat.
Pengendalian pemanfaatan monyet ekor panjang dilakukan melalui mekanisme penetapan kuota.
Dalam hal ini, skor Non-Detriment Finding (NDF) memberikan penilaian 'positif', memungkinkan pemanfaatan melalui kuota yang diawasi secara ketat.
Namun, ini juga menimbulkan kebutuhan untuk pemantauan berkala terhadap populasi setelah pemanfaatan atau panen, guna memastikan keberlanjutan dan dampak yang minimal terhadap populasi.
Artikel Terkait
Ketimbang Water Bombing Lagi, Walhi Jawa Tengah Usul Gunakan Tanah Untuk Padamkan Api TPA Jatibarang Semarang
Jaga Kesehatan Warga dengan Kearifan Lokal, Komunitas Bali dan DPRD Kompak Tolak Sebaran Nyamuk Wolbachia
Pemuda Asal NTT Davis Marthin Damaledo Temukan Spesies Serangga Baru, Namanya Masuk di Publikasi Ilmiah Internasional
Prabowo Gibran Komitmen Kejar Target Indonesia Net Zero Emission, Ini Langkahnya!
Cakpro, Inovasi Becak Listrik Pertama di Indonesia Persembahan Prabowo untuk Para Pengayuh Becak
Ada Lho Desa Mandiri Sampah, Salah Satunya di Magelang Jawa Tengah