HUKAMANEWS - Tinggal di luar negeri terbayang di pikiran, jelas enak dan menyenangkan. Fasilitas memadai dan tentu bekerja pun di nilai cukup mahal. Benarkah ini dirasakan para diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri?
Sakaria Wielgosz, diaspora Indonesia yang tinggal di Swiss menjawab, tidak semua bayangan indah ini terjadi ketika tinggal di Eropa.
"Tinggal di Eropa justru sangat rentan dengan persoalan global dunia, seperti halnya ketika terjadi perang antara Rusia dan Ukraina. Swiss yang terbilang negara kecil ini pun juga memiliki sikap politik tersendiri terhadap persoalan perang kedua negara ini," kata Saka, panggilan akrab Diaspora Indonesia ini saat berbincang dalam diskusi Diaspora Berbicara, pada 29 November 2023 di radioganjar.com.
"Yang terberat saat itu adalah dengan adanya virus Covid. Dampaknya sama seperti yang terjadi di Indonesia, yaitu ekonomi melemah dengan terimbasnya kebijakan lock down," tambah Saka.
Sementara hal yang sama juga terjadi di negara Eropa belahan lainnya, yaitu Jerman. Dari cerita Narendra Ning Ampeldenta yang juga diaspora Indonesia ini mengatakan ada sekitar 22 ribu diaspora indonesia di Jerman. Akibat virus Covid, mereka juga dirumahkan.
"Dua puluh dua jam kerja, dikurangi. Dengan kondisi ini berdampak pula dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Contohnya seperti listrik dan gas.Ubtuk mahasiswa masih cukup beruntung karena dibantu dana dari pemerintah sebesar 300 euro, pada saat itu," cerita Narendra.
Beda dengan Swiss, keadaan di Jerman saat ini sudah mulai pulih. Sudah tidak ada pembatasan dan lapangan kerja pun mulai banyak dibutuhkan.
"Terbaru, saat ini Jerman terus memantau kondisi politik di negara tetangga yaitu Belanda yang tengah didominasi oleh partai sayap kanannya," tambahnya.
Perbedaan diaspora dan migrasi terletak pada identitas. Masyarakat yang melaksanakan diaspora tetap mempertahankan identitas mereka. Sedangkan dalam migrasi, para migran lebih sering melepaskan identitasnya dan tidak adanya lagi rasa keterikatan terhadap tanah air mereka.
Dari sebuah survey seperti disampaikan Country Head Robert Walters Indonesia, Eric Mary, menyebut terjadi kenaikan minat diaspora Indonesia untuk kembali ke Tanah Air.
Salah satu faktornya, seperti keinginan untuk mengurus orang tua dan tinggal lebih dekat dengan kerabat dan pasangan di Indonesia. Hal ini muncul sebanyak 68%.
Artikel Terkait
Ribuan Sampah Baliho Kampanye Pemilu 2024 menumpuk di Kota Salatiga
Komisi II DPR RI Lihat Jawa Tengah Kian Siap Gelar Pemilu 2024
Dukung Pemilu 2024, BPJS Kesehatan Bantu Skrining Riwayat Petugas Penyelenggara Pemilihan Umum
Usulkan mengganti Tinta Pemilu dengan Warna Pink, Inilah Alasan Kaesang Pangarep...
Dominasi Pemilih Muda Gen Z Cukup Besar, Orangtua Diimbau Dorong Anaknya Aktif Nyoblos di Pemilu 2024 dan Jangan Golput