Hukamanews.com – Untuk memastikan keadilan iklim dapat terwujud, adanya partisipasi publik secara aktif dan bermakna, sangat dibutuhkan. Hal inilah yang ditegaskan kembali oleh Koalisi Keadilan Iklim yang terdiri dari Yayasan Pikul, Yayasan Madani Berkelanjutan, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Kelola (KEMITRAAN).
“Mulai dari transparansi proses pembuatan kebijakan, kejelasan sumber pendanaan, hingga indentifikasi dampak dari berbagai keputusan di level nasional – daerah bagi masyarakat, khususnya komunitas rentan. Jangan sampai kebijakan-kebijakan tersebut tetap akan lari ke segelintir masyarakat atau hanya menguntungkan kelompok tertentu,” kata Direktur Eksekutif Yayasan PIKUL Torry Kuswardono, yang juga Koordinator Koalisi Keadilan Iklim, dalam konferensi pers secara daring, Senin (5/12/2022)
Torry bicara bahwa sesuai dengan prinsip keadilan iklim, pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim perlu dirancang dan diimplementasikan dengan mengedepankan upaya untuk memperkecil ketimpangan, mensinergikan adaptasi dan mitigasi serta memberikan manfaat bagi kelompok miskin dan rentan.
“Semua skema yang digagas harus memastikan bahwa kelompok paling terdampak atau menderita harus mendapat manfaat yang paling besar.” jelas Torry.
Baca Juga: Motif Cakra Asih Pinager Lung, Ada di Jaket Pebasket Atlanta Hawk, Justin Holiday
Secara keseluruhan, ada empat hal yang menjadi sorotan utama koalisi: implementasi dan perancangan mekanisme di bawah Just Energy Transition Partnership (JETP); rancangan Aliansi Indonesia, Brasil, dan Republik Demokratik Kongo (RDK) untuk menyelamatkan hutan hujan tropis; persetujuan dan perancangan mekanisme pendanaan iklim untuk Loss and Damage; serta pentingnya Hak Asasi Manusia (HAM) dan perlindungan dan perluasan ruang sipil dalam memastikan terwujudnya upaya bersama global penanganan perubahan iklim yang berkeadilan dan bermakna.
Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, menyambut baik keinginan Aliansi Indonesia, Brasil, dan RDK, untuk mengangkat peran penting negara hutan tropis dalam perhelatan perubahan iklim internasional.
“ Ingat apabila benar terbentuk, maka upaya dan hasil dari Aliansi tersebut harus memberi manfaat nyata dan berkeadilan bagi masyarakat penjaga dan pengelola hutan tropis Indonesia. Perlu ada peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas dalam menerapkan aksi-aksi iklim di sektor kehutanan dan lahan di dalam negeri yang antara lain terkait dengan Indonesia’s Forestry and Other-Land Use (FOLU) Net Sink 2030, serta pengurangan emisi dari pengurangan deforestasi dan degradasi hutan plus (REDD+).
Baca Juga: Desa Banyubiru Kabupaten Semarang Terpilih Jadi Desa Antikorupsi
Koalisi Keadilan Iklim menyoroti fenomena memilukan terkait maraknya pelanggaran HAM terhadap aktivis lingkungan hidup di dunia, termasuk Indonesia. Global Witness menyebut bahwa pada tahun 2020 lalu sebanyak 227 orang di dunia meninggal karena dibunuh demi memperjuangkan lingkungan hidup, baik hutan, pesisir, maupun pulau-pulau kecil. Catatan WALHI sebanyak 53 aktivis lingkungan yang dikriminalisasi di Indonesia pada tahun 2021, 10 diantaranya karena menolak Undang-Undang No.3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.
“Fakta ini sangat memalukan. Di tengah buruknya dampak krisis iklim yang semakin parah, masyarakat yang menjaga alam dari kehancuran justru menghadapi ancaman. Tidak ada keadilan iklim, tanpa perlindungan Hak Asasi Manusia,” kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin.