HUKAMANEWS - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dilaporkan telah menunjuk tiga ulama senior sebagai calon penerusnya jika ia gugur dalam konflik dengan Israel.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika situasi semakin memburuk dan terjadi kekosongan kekuasaan di tengah tensi tinggi kawasan Timur Tengah.
Menurut laporan 'The New York Times' pada Sabtu (22/6), tiga pejabat Iran menyebut Khamenei ingin memastikan transisi kekuasaan berlangsung cepat dan stabil.
Langkah itu juga disebut sebagai bagian dari skenario darurat yang disiapkan para pejabat tinggi Iran jika eskalasi perang makin meluas dan Amerika Serikat ikut campur.
Baca Juga: Ciptakan Aplikasi Plant Heroes, Sherly Phangestu Bantu Pahami Dunia Botani Lebih Mudah
Iran mengakui struktur komando militernya sempat terguncang akibat serangan Israel, namun secara fungsional dinyatakan masih berjalan.
Sesuai konstitusi Iran, jika pemimpin tertinggi wafat, Majelis Ahli, badan berisi 88 ulama akan bertanggung jawab memilih penggantinya.
Namun, penunjukan tiga kandidat ini menunjukkan betapa gentingnya situasi, karena proses pemilihan tersebut sejatinya baru dilakukan satu kali sejak Revolusi Islam 1979, yakni ketika Khamenei menggantikan Ayatollah Khomeini pada 1989.
Di sisi lain, mantan Presiden AS Donald Trump secara terang-terangan menyebut bahwa Khamenei adalah target yang mudah untuk dieliminasi.
Dalam unggahannya di Truth Social, Trump menulis, “Kami tahu persis di mana Pemimpin Tertinggi Iran bersembunyi. Ia adalah target yang mudah, tapi kami tidak akan menyingkirkannya—setidaknya tidak sekarang.”
Pernyataan itu menyulut kekhawatiran internasional, termasuk dari Rusia yang langsung melontarkan peringatan keras.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam wawancara eksklusif bersama Sky News pada Jumat (20/6), menegaskan bahwa jika Khamenei terbunuh, Moskow akan bereaksi "sangat buruk".
Menurut Peskov, pembunuhan terhadap Khamenei akan memicu gelombang ekstremisme dan kekacauan besar di Iran, serta menciptakan instabilitas regional yang serius.
Ia memperingatkan Amerika Serikat dan Israel agar berhenti bermain api dengan isu ini, dan menegaskan bahwa wacana tersebut bisa membuka “kotak pandora” yang berbahaya.