Tuduhan ini memperkuat anggapan bahwa China masih memanfaatkan celah teknologi untuk mengejar dominasi AI global, tak terkecuali dengan meniru atau mendistilasi model milik pesaingnya di Barat.
Sikap tegas terhadap DeepSeek juga mulai merambat ke negara lain.
Pemerintah Korea Selatan dan Australia, misalnya, sudah mengambil langkah untuk membatasi penggunaan DeepSeek oleh pegawai negaranya.
Alasan utamanya tetap sama: kekhawatiran soal kebocoran data dan kerentanan keamanan siber.
Dalam dunia yang makin terhubung oleh teknologi, keamanan data menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
Sementara itu, langkah Amerika memperketat penjualan chip Nvidia ke China juga memiliki dampak strategis yang tak kalah besar.
Chip-chip ini merupakan tulang punggung dari berbagai pengembangan AI mutakhir, termasuk large language model seperti ChatGPT.
Dengan menghalangi akses China terhadap teknologi semacam ini, AS berharap bisa mempertahankan keunggulan kompetitifnya di sektor AI.
Menariknya, keputusan Trump untuk melarang penggunaan DeepSeek juga punya efek domino ke dalam negeri.
Beberapa perusahaan teknologi di Silicon Valley harus mulai menyesuaikan strategi harga mereka agar tetap relevan di tengah persaingan yang kian ketat.
Baca Juga: Trump Mau Kenakan Tarif 245 Persen ke China, Beijing: Nggak Ada yang Bakal Menang!
Hal ini menunjukkan bahwa dinamika geopolitik bisa berdampak langsung pada bisnis dan inovasi teknologi dalam negeri.
Kita tentu belum tahu apakah pelarangan DeepSeek akan benar-benar diwujudkan.
Namun, sinyal-sinyal dari pemerintahan Trump menunjukkan bahwa Amerika tidak ingin kalah langkah dari China dalam revolusi AI yang sedang berlangsung.