HUKAMANEWS - Di tengah putaran pertama perundingan tidak langsung antara Iran dan AS di Oman, kegaduhan tak terduga muncul.
Bukan dari kritikus domestik atau analis skeptis, tetapi dari Israel dan oposisi Iran.
Serangan itu tidak ditujukan ke Teheran atau Washington, tetapi ke target yang mengejutkan, utusan AS, Steve Witkoff.
Sementara kedua belah pihak tetap bungkam dan rincian negosiasi tetap dirahasiakan, musuh-musuh diplomasi menyuarakan kekhawatiran mereka dengan lantang dan jelas.
Tanpa kursi di meja perundingan, satu-satunya senjata mereka adalah kegaduhan yang diperkuat di seluruh platform media.
Israel dan oposisi Iran, dari Tel Aviv hingga Twitter, menemukan titik temu: mendiskreditkan negosiasi dengan menargetkan negosiator.
"Steve Witkoff sangat naif."
Ini bukanlah suara seorang analis Iran, tetapi Emily Schrader, seorang komentator Israel yang terkenal.
Dalam sebuah posting yang penuh amarah, dia mengklaim: "Wetkoff sangat naif, sama sekali tidak memahami kompleksitas Gaza, Ukraina, atau Iran. Dia membuka jalan bagi Iran untuk melanjutkan program nuklirnya."
Beberapa analis Amerika berpendapat bahwa doktrin keamanan nasional Israel sangat bergantung pada upaya mempertahankan Iran sebagai ancaman, yang mengancam untuk mendapatkan dukungan Barat yang berkelanjutan.
Jika Iran tidak lagi menjadi perhatian utama kawasan tersebut, Israel akan dipaksa untuk menghadapi tantangan internal dan regional yang sebenarnya—mulai dari krisis legitimasi di dalam negeri hingga meningkatnya ketidakpuasan di antara negara-negara Arab.
Perspektif ini menyoroti penentangan keras Israel terhadap segala bentuk negosiasi.
Mungkin untuk pertama kalinya, perundingan didorong bukan oleh dominasi Amerika, tetapi oleh kebutuhan Amerika sebuah kenyataan yang lebih mengkhawatirkan bagi Israel daripada potensi keuntungan Iran.