HUKAMANEWS - Perang kecerdasan buatan (AI) semakin memanas setelah DeepSeek, perusahaan teknologi asal China, dituding menjiplak ChatGPT milik OpenAI.
Tuduhan ini datang langsung dari penasihat AI Presiden AS Donald Trump, David Sacks, yang mengklaim bahwa DeepSeek hanya “copy-paste” model OpenAI.
Meski demikian, hingga kini belum ada bukti konkret terkait pelanggaran hak kekayaan intelektual.
Apakah ini benar-benar kasus plagiasi AI, atau sekadar strategi politik di tengah ketegangan AS-China?
DeepSeek Dituding Distilasi Model AI
David Sacks mengungkapkan bahwa ada indikasi kuat DeepSeek menggunakan metode distilasi model AI, sebuah teknik yang memungkinkan model baru belajar dari AI yang sudah ada dengan cara mengajukan pertanyaan berulang kali.
OpenAI sendiri menegaskan bahwa praktik ini bertentangan dengan kebijakan mereka dan telah mengambil langkah tegas dengan memblokir akun-akun yang terindikasi melakukan distilasi.
“Kami bekerja sama dengan pemerintah AS untuk melindungi model AI kami dari pihak yang ingin mencuri teknologi ini,” ujar OpenAI dalam pernyataan resminya.
Baca Juga: Lihat Cuaca Ekstrem, Nelayan Tradisional Perairan Juana Akhirnya Mau Gunakan Jaket Pelampung
Ironisnya, OpenAI sendiri tengah menghadapi berbagai tuntutan hukum dari media, penulis, dan organisasi lain yang menuduh mereka melanggar hak cipta.
AI DeepSeek Mengaku Sebagai ChatGPT?
Sejumlah pengguna yang mencoba DeepSeek melaporkan anomali mencurigakan. AI tersebut dikabarkan sempat mengaku sebagai ChatGPT saat ditanya identitasnya.
Gregory Allen, pakar AI yang pernah bekerja di Departemen Pertahanan AS, menyebut bahwa ini bisa jadi bukti bahwa DeepSeek menggunakan data obrolan dari ChatGPT dalam pelatihannya.