Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menyebutkan bahwa sektor seperti garmen, alas kaki, furnitur, hingga perikanan tengah bersiap menghadapi tekanan berat.
Dengan daya saing yang terganggu, pelaku usaha lokal bisa kehilangan momentum ekspor, bahkan potensi kehilangan pasar secara permanen.
Tak hanya itu, depresiasi Rupiah yang kini menyentuh angka Rp16.700 per dolar AS membuat situasi kian sulit.
Ekonom senior Didin S. Damanhuri memprediksi nilai tukar rupiah bisa tembus Rp17.000 dalam waktu dekat jika kondisi tak membaik.
Kondisi ini tentu berdampak langsung pada biaya impor bahan baku, yang pada akhirnya akan membebani harga produk dalam negeri dan daya beli masyarakat.
Lebih jauh lagi, efek kebijakan ini juga bisa merusak rantai pasok antara perusahaan besar dan UMKM.
Ketergantungan UMKM terhadap mitra usaha besar membuat mereka sangat rentan terhadap perubahan iklim bisnis yang drastis.
Jika perusahaan besar mulai mengencangkan ikat pinggang, UMKM bisa terpuruk dan kehilangan pasar serta pendapatan.
Menghadapi situasi ini, pemerintah Indonesia tak tinggal diam.
Delegasi tingkat tinggi direncanakan akan diberangkatkan ke Washington DC untuk melakukan diplomasi langsung dengan pemerintah AS.
Tujuannya jelas: membuka ruang negosiasi agar tarif impor bisa dikaji ulang, atau setidaknya mencari celah solusi agar kerugian bisa diminimalkan.
Namun, banyak pihak menilai langkah ini perlu diiringi dengan strategi yang matang dan dukungan lintas sektor.
Pasar global tengah menghadapi turbulensi yang tak ringan, dan respons cepat saja tak cukup tanpa rencana jangka panjang yang solid.
Artikel Terkait
Demi Efisiensi Anggaran, Trump Dekati Rusia dan China untuk Kembali Bahas Perundingan Senjata Nuklir
Masih Ada Peluang Lawan Kebijakan Ekonomi Donald Trump, Asal Indonesia Optimis
Donald Trump Lakukan Penghematan Di Internal Pentagon
Usai Pukul Trump, Presiden Ukraina Zelenskyy Tak Akui Sempat Debat Panas dengan Trump dan Pukul Trump
Di Balik Pertikaian Sengit Zelenskyy dan Trump, Zelenksyy Terus Umbar Kebohongan Soal Diplomasi dengan Putin