Meski begitu, detail teknis tentang bagaimana undang-undang ini akan ditegakkan masih sangat minim.
Percobaan penerapan kebijakan ini baru akan dimulai pada Januari, dengan target implementasi penuh dalam satu tahun ke depan.
Tak hanya perusahaan teknologi, beberapa politisi juga mengkritik keras kebijakan ini.
Senator Partai Hijau, Sarah Hanson-Young, menuding pembuat undang-undang tidak memahami cara anak muda berinteraksi di internet.
“Kebijakan ini seolah dibuat oleh baby boomer yang tidak paham teknologi,” katanya.
Direktur pelaksana badan digital DIGI, Sunita Bose, juga meminta kejelasan lebih lanjut soal mekanisme pelaksanaan larangan ini.
“Kita punya undang-undang, tapi belum ada panduan teknis dari pemerintah,” ujarnya.
Menariknya, Australia bukan satu-satunya negara yang mencoba membatasi akses media sosial bagi anak-anak.
Spanyol, Prancis, bahkan Tiongkok sudah lebih dulu mengadopsi aturan serupa dengan batasan usia dan waktu akses tertentu.
Meski begitu, negara-negara tersebut masih menghadapi tantangan besar dalam menegakkan kebijakan tersebut secara efektif.
Apakah langkah Australia ini akan menjadi tren global baru atau justru berakhir sia-sia? Waktu yang akan menjawab.
Bagi para orang tua, kebijakan ini mungkin menjadi harapan baru, tetapi bagi perusahaan teknologi, ini adalah ancaman serius bagi kebebasan digital.***
Artikel Terkait
Mary Jane Veloso Akhirnya Dibebaskan, Kisah Tragis yang Berakhir Haru, Begini Reaksi Presiden Filipina
Ketegangan Memuncak, Rusia Luncurkan Rudal Balistik Antarbenua ICBM Non Nuklir Pertamakalinya ke Ukraina
Lebanon Puji Keputusan Mahkamah Pidana Internasional Keluarkan Surat Perintah Tangkap Bagi Netanyahu
Tel Aviv Membara Dikepung Serangan Roket Hizbullah, 4 Juta Warga Israel Panik dan Pilih Numpet di Bunker
Diancam Bakal Dibunuh oleh Wakil Presidennya Sendiri Sara Duterte, Presiden Marcos Jr Tak Akan Biarkan Politik Kotor Hancurkan Negaranya