Akibatnya, bukaan lahan sudah menembus sekitar 570 hektare, menyentuh penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS), elemen penting penyedia air bersih dan penahan bencana hidrologis.
Di banyak daerah, warga mengaku kondisi sungai makin keruh, debit air menurun saat kemarau, dan meluap saat hujan.
Pelajaran dari Bencana Banjir Bandang
Banjir Bandang menjadi contoh bagaimana perubahan bentang alam memperburuk daya tahan ekosistem.
Penyempitan jalur air, pembukaan hutan besar-besaran, dan pembangunan eksploitasi dinilai menjadi faktor pemicu yang memperparah kondisi cuaca ekstrem.
Fenomena ini menegaskan: Ketika kawasan lindung berubah fungsi, ekosistem tidak sekadar rusak, tetapi kehilangan kemampuannya memulihkan diri.
Baca Juga: Roadshow Aksi Lingkungan Terpadu: Dari Sukabumi, Energi Bersih Mengalir Hingga Garut dan Bandung
Ancaman yang Mengintai: Air, Ketahanan Pangan, hingga Migrasi Paksa
Analisis banyak lembaga lingkungan menunjukkan tiga ancaman terbesar:
- Krisis Air Bersih: debit menurun, kualitas menurun, konflik meningkat.
- Kehilangan Lahan Pangan: sawah, kebun rakyat, plasma hutan rakyat.
- Migrasi Paksa Ekonomi: warga tidak lagi memiliki ruang hidup produktif.
Dalam skala global, fenomena ini dikenal sebagai konsep “sacrifice zone”, wilayah yang “dikorbankan” untuk tujuan industri.
Pertanyaannya: Apakah Sumatera sedang menuju ke sana?
Di satu sisi, tambang menyumbang investasi, PAD, dan membuka lapangan kerja.