HUKAMANEWS 1000 Cahaya — Pengelolaan sampah dan air bukan sekadar urusan teknis. Bagi manusia, keduanya merupakan bagian dari kesadaran moral dan spiritual terhadap bumi.
Pesan itu disampaikan Prof. Prabang Setyono, MSi, Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah, dalam paparannya pada kegiatan Training of Trainer (TOT) Kader Pintar – Pionir Transisi Energi Indonesia Raya.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program 1000 Cahaya Muhammadiyah di Balai PMD Kalasan, Yogyakarta, pada 11–13 November 2025.
Dalam materi berjudul “Pengelolaan Sampah dan Konservasi Air di Sekolah dan Pesantren”, Prof. Prabang menekankan bahwa sampah dan air adalah dua wajah kesadaran ekologis yang saling berkaitan.
Baca Juga: Menyalakan Energi Berdaulat dari Pelosok Nusantara, Merangkai Inspirasi dari Kisah Nyata
Menurutnya, persoalan lingkungan tidak cukup diselesaikan dengan teknologi, tetapi harus disertai perubahan perilaku dan kesadaran spiritual.
“Sampah bukan cuma soal kebersihan, tapi cerminan moral manusia terhadap bumi. Pendidikan adalah titik awal perubahan itu,” ujarnya.
Indonesia, lanjutnya, masih menjadi penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia, dengan jumlah mencapai 13 juta ton per tahun.
“Ironi ini terjadi di tengah banyak keluarga yang masih kesulitan pangan. Maka, perubahan harus dimulai dari rumah dan sekolah,” katanya.
Baca Juga: “Mental Stunting” Pejabat
Enam Mazhab Pengelolaan Sampah
Untuk menumbuhkan budaya baru dalam mengelola lingkungan, Prof. Prabang memperkenalkan konsep “Enam Mazhab Pengelolaan Sampah” — Bakar (Reduce), Bantar (Reuse), Pakar (Rethink), Tukar (Replace), Laskar (Recycle), dan Sadar (Restyle).
Konsep ini menjadi panduan praktis bagi sekolah dan pesantren untuk membangun kebiasaan hidup bersih, hemat sumber daya, dan berkelanjutan.